Kota, Pati – Kasus HIV/AIDS jika tidak benar-benar dicermati itu seperti fenomena gunung es. Di permukaan terlihat sedikit, namun jika diselami lebih dalam lagi ada banyak kasus yang ditemui. Masalah tersebut disebabkan karena ada 2 sudut pandang yang menjadi penghalang. Yaitu dari masyarakat dan dari ODHA.
HIV/AIDS dipandang masyarakat sebagai penyakit yang menyeramkan hingga menimbulkan diskriminasi terhadap orang yang sudah terjangkit HIV/AIDS. Hal ini menumbuhkan stigma di lingkungan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) hingga mereka merasa malu dengan keadaan yang dialami. Akibatnya ODHA menjadi enggan untuk konsultasi kepada petugas kesehatan.
Menurut Ninik Tresna Wati, Seksi P2PM Program HIV Dinas Kesehatan Pati menjelaskan, selama ini kendala dari petugas RR (record dan report) untuk mencatat kasus HIV di Kabupaten Pati adalah adanya Stigma masyarakat yang mendiskriminasi ODHA yang berdampak pada psikis ODHA sehingga mereka sulit dideteksi.
“Selama ini stigma HIV di masyarakat itu masih tinggi sekali bahkan ada warga desa yang tidak mau memandikan Jenazah setelah tahu itu adalah ODHA,” jelas Ninik kepada mitrapost.com saat ditemui di kantornya, Rabu (21/8).
Baca juga: Koordinator Klinik HIV/AIDS Setuju Pembuatan Perda Penaggulangan HIV/AIDS di Pati
Sementara untuk menyelesaikan masalah tersebut dibutuhkan kerjasama dengan semua lapisan masyarakat. Selain itu, dengan adanya program TOP (Temukan-Obati-Pertahankan) bisa menjadi solusi untuk mengungkap lebih banyak kasus HIV/AIDS secara merata.
“Nah kembali lagi ke TOP, kenapa kita harus banyak-banyak temukan kasus HIV? Kalau tidak ditemukan kita tidak bisa mengobati. Kalau tidak diobati mereka mempunyai risiko menularkan semakin banyak,” jelas Ninik.
Untuk mengetahui apakah seseorang terjangkit HIV/AIDS, masyarakat bisa melakukan cek kesehatan di Puskesmas atau layanan kesehatan terdekat. Petugas kesehatan akan mendampingi jika memang positif terjangkit virus HIV. Pendampingan ini bertujuan untuk menekan kualitas masa hidupnya.
“Nah setelah itu pertahankan, sampai kapan pun ia harus minum obat ARV. Itu obat untuk HIV/AIDS, kalau HIV ia tidak sampai AIDS. Kalau sudah AIDS itu harus dipertahankan,” tuturnya.
Baca juga: Beri Edukasi HIV, Rombongan Komisi D DPRD Pati Lakukan Sidak ke Lorong Indah Pati
Harapannya dengan adanya 3 petugas kesehatan (RR, Konseler, dan Petugas Lab) yang sudah tersebar di 29 Puskesmas di Pati, kasus ODHA dapat segera terdeteksi semua. Sehingga ODHA bisa diberikan pendampingan dengan benar oleh petugas kesehatan, serta bisa mengurangi tingkat diskriminasi masyarakat terhadap ODHA.
“Sebenarnya kalau harus banyak ditemukan kasus HIV, orang awam stigmanya kasusnya kok banyak sekali. Tetapi bagi kami, pemegang program dan menejemen kesehatan itu sendiri, itu malah bagus. Dalam artian sekecil-kecil pun sampai pelosok bisa ditemukan, diajak untuk berobat. Berarti dia mempunyai risiko penularan sangat sedikit,” pungkasnya.(*)
Get real time update about this post categories directly on your device, subscribe now.