“Perkembangan ketika cek lokasi. Banyak yang rusak paling tinggal 15-20 persen setiap desanya. Kalau di rata-rata 5 hektar per desa. 7×5 hektar kan 35-40 hektar. tinggal 15-20 persen. Kemarin kena rob gelombang tinggi. bencana itu tidak ter perkiraan,” ujar Eko.
Eko mengaku, dalam waktu dekat Pemkab Pati belum bisa melakukan tambal sulam mangrove, mengingat ketersediaan anggaran yang terbatas. Ditambah curah hujan yang tak menentu membuat mangrove masih sulit ditanam.
Kendati demikian, DLH terus melakukan pemantauan dan menginventarisir wilayah konservasi mana saja yang membutuhkan perhatian lebih.
Selain itu, pihaknya juga masih menggelar koordinasi dengan lintas sektoral pecinta lingkungan seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, kelompok kerja mangrove, pegiat pesisir masyarakat bahari, hingga dinas perhutanan.
“Tambal sulam paling cepat akhir tahun di musim kemarau. Kami sudah tidak punya anggaran untuk tambal sulam. Kami hanya bisa mengarahkan kepada mereka yang peduli terhadap pesisir, relawan, dan mahasiswa yang mau berdonasi,” ujar Eko. (*)