Mengenal Filosofi dan Prosesi Siraman Calon Pengantin Jawa

Mitrapost.com – Sebagai masyarakat Jawa, Anda mungkin tidak asing dengan tradisi siraman oleh pengantin Jawa. Siraman tersebut bukan hanya sekadar adat saja, namun juga memiliki filosofi terkait kehidupan para pasangan nantinya dalam berumah tangga.

Dilansir dari Detik, budaya siraman bermula saat Islam masuk ke tanah Jawa, tepatnya pada satu prosesi wudhu dengan air kendi yang diambil dari tujuh sumber mata air yang bertuah. Dengan demikian, acara siraman dilakukan sebagai pengharapan agar calon pengantin kembali suci lahir dan batin sebelum menikah.

Siraman dilakukan sebanyak tiga kali menggunakan gayung dari tempurung kelapa. Pada prosesinya, penyiraman calon pengantin hanya boleh dilakukan oleh orang yang sudah menikah atau orang yang dituakan di keluarga. Selain itu, ditetapkan pula jumlahnya, yakni harus ganjil antara 7 sampai 9 orang dengan urutan ayah, ibu, lalu kerabat lainnya dan terakhir adalah perias pengantin dan masing-masing sesepuh.

Menurut buku ‘Perkawinan Adat Jawa Lengkap’ karya Anjar Ani, siraman pengantin dimulai pada pukul 11 pagi, karena dipercayai bidadari turun dari kayangan di jam-jam tersebut. Sehingga, diharapkan sang pengantin mendapat berkah kecantikan dari para bidadari.

Sementara itu, terdapat perlengkapan dan syarat yang perlu disiapkan dalam prosesi siraman. Beberapa perlengkapan tersebut meliputi tumpeng lengkap, tumpeng robyong, tumpeng gandul, jajan pasar, jambangan berisi air dan bunga tujuh rupa, kendi berisi air dari tujuh sumber, dan lain-lain. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati