Jakarta, Mitrapost.com – Menurut Katib Aam NU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), Nahdatul Ulama (NU) punya potensi dan telah puluhan tahun berpengalaman sebagai penyangga keutuhan NKRI. Oleh sebab itu, menurut pengasuh Pondok Pesantren (ponpes) Raudhatut Tholibin, Rembang itu, NU tidak boleh menjadi pihak di dalam sengketa politik agar fungsi sebagai penyangga keutuhan energi bisa efektif.
“Tanpa itu, NU tak akan bisa lagi menengahi. Karena itu saya tidak ingin ada pola capres atau cawapres dari PBNU, supaya NU tidak menjadi pihak bila terjadi persoalan,” ungkap Gus Yahya.
Ia menegaskan bahwa dirinya tak punya obsesi menjadi Presiden. Apabila ingin menjadi calon presiden sekalipun ia merasa tak perlu menjadi pengurus apalagi Ketua Umum PBNU. Sebab dirinya tahu bagaimana cara mengkapitalisasi manuver untuk mendapat perhatian publik.
Ia bahkan akan menerapkan kebijakan agar Ketua Umum PBNU ke depan tidak ikut terlibat dalam kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden. Hal ini agar ke depan NU dapat kembali berperan sebagai penyangga sistem bagi keutuhan NKRI.
“Saya dulu itu mau nyalon jadi anggota DPR saja gak boleh sama Gus Dur, apalagi jadi Presiden”, ungkap Gus Yahya.
“Nahdlatul Ulama harus kembali sebagai penyangga sistem. Bahaya politik identitas ini sulit dicegah karena para politisi instan pasti akan selalu mencari sumber daya instan untuk mendapatkan dukungan. Cara paling instan yang mudah didapat adalah dengan memainkan identitas, terutama agama. Ini bahaya,” papar Gus Yahya.
Dengan fokus menjadi ketua umum PBNU kelak, Gus Yahya berharap agar merealisasikan janji Hadratussyeh KH. Hasyim Asy’ari. Bahwa barang siapa mau ikut merawat NU dia ku anggap santriku, dan barang siapa menjadi santriku aku mendoakannya beserta seluruh keluarga dan keturunannya husnul khotimah. (*)
Artikel ini telah tayang di detik.com dengan judul “Gus Yahya : NU Tak Boleh Jadi Pihak Di Sengketa Politik Nasional”.
Redaksi Mitrapost.com