Semarang, Mitrapost.com – Mantan pelatih PSIS Semarang Sartono Anwar banting setir jualan bakso demi menyambung hidup keluarganya di masa Pandemi Covid-19. Di usia yang menginjak 75 tahun, pria yang pernah mendapat julukan ‘professor’ itu disibukkan dengan profesi baru berjualan di kompleks Stadion Diponegoro Semarang.
Warung baksonya dinamai ‘Barokah’. Ia merintis usaha di bidang kuliner tersebut dejak Juni 2021. Dengan pekerjaan baru itu, sosoknya tidak merasa malu sama sekali.
Sebagai informasi, usaha berjualan bakso yang digagas Sartono Anwar berawal dari adanya kesempatan istrinya mengikuti pelatihan UMKM, khusunya cara membuat bakso. Untuk itulah ilmu yang didapat diwujudkan dengan membuka warung.
Usaha kuliner bakso yang dirintis Sartono Anwar sebenarnya sudah dimulai pada tahun 2008. Ia pernah berjualan bakso di rumahnya saat masih tinggal di Pondok Indah, Jakarta.
“Kemudian sempat belajar membuat bakso Malang bersama istri. Sampai akhirnya kali ini berakhi membuka sendiri,” ungkap Sartono Anwar.
Pada saat awal berjualan, wilayah Kota Semarang masih dalam suasana Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Sehingga jumlah pengunjung dibatasi. Namun kini warung bakso Sartono Anwar bertambah ramai.
Ia setelah tidak lagi menjadi pelatih klub profesional, ia lebih banyak menghabiskan waktu menularkan ilmu untuk anak-anak. Ya, dirinya menjadi pelatih untuk Sekolah Sepak Bola (SSB) miliknya yaitu SSB Tugu Muda.
Menurut salah satu pembeli bernama Budi Cahyono, rasa bakso jualan mantan pelatih PSIS itu enak. Ia merasakan kenikmatan dari tekstur daging dan kuah bakso buatan sang professor.
“Jenis bakso Malang. Daging baksonyanya empuk, kuahnya juga segar,” ujar Budi Cahyono, satu di antara pengunjung warung bakso milik Sartono Anwar.
Perlu diinformasikan, Nama Sartono Anwar sulit dilupakan oleh publik PSIS maupun Snex. Ia adalah pelatih yang pertama kali mempersembahkan gelar juara bagi Mahesa Jenar di pentas sepak bola Indonesia.
Sartono Anwar membawa PSIS juara kompetisi Perserikatan di tahun 1987 dengan mengalahkan Persebaya Surabaya. Pencapaian itu menjadi bukti tangan dingin pria kelahiran Semarang 30 September 1942. Sekaligus menjadi gelar pertama bagi PSIS sepanjang sejarah klub.
Predikat profesor melekat pada Sartono Anwar sebagai seorang juru taktik andal. Filosofi permainan, gaya melatih, hingga taktik jitunya, menjadikan Sartono Anwar sebagai pelatih legendaris. Selain mengarsiteki PSIS, Sartono tercatat juga pernah melatih Assyabaab Salim Grup, Petrokimia Putra, Arseto Solo, Persibo Bojonegoro, hingga Persisam Samarinda.
Kiprah Sartono Anwar sebagai pelatih yang penuh karakter, membuatnya mendapat predikat prefosor oleh para eks anak didiknya.
Mantan anak buahnya di PSIS, Ahmad Muhariah bercerita panjang lebar mengenai sosok Sartono yang ia sebut profesor.
Muhariah bersama almarhum Ribut Waidi (legenda PSIS), membawa klub pujaan kota Atlas berada di titik tertinggi kala itu. Kedisiplinan yang dibawa Sartono Anwar jadi kunci utama PSIS menjadi tim terbaik. Sartono dikenal sebagai pelatih yang menekankan tanggung jawab besar bagi para pemainnya.
“Sewaktu bermain, saya sering dilatih banyak pelatih senior. Kalau secara strata pendidikan, saya ibaratkan beliau ini sudah levelnya profesor, bukan hanya guru atau dosen lagi,” kata Ahmad Muhariah.
Meski telah memasuki usia senja, namun tekadnya untuk mencari nafkah tetap besar. Pandemi Covid-19 membuatnya tidak patah arang bekerja meski dari luar lapangan hijau. (*)
Artikel ini telah tayang di bola.com dengan judul “Pelatih Legendaris PSIS, Sartono Anwar Mantap Berjualan Bakso untuk Menyambung Hidup”.
Redaksi Mitrapost.com