Pati, Mitrapost.com – Polemik banjir bandang yang sering terjadi di kawasan lereng pegunungan Kendeng seperti wilayah Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Kayen dan Kecamatan Sukolilo menjadi salah satu isu yang konsen untuk diungkap.
Berdasarkan pantauan selama tahun 2022 saja, sudah terjadi banjir bandang yang cukup parah di kawasan-kawasan tersebut.
Banjir terakhir terjadi pada Senin, (25/4/2022) malam di wilayah Kecamatan Tambakromo dan Kayen dengan ketinggian rata-rata 40 hingga 70 cm.
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati, Martinus Budi Prasetyo menegaskan bahwa selama pegunungan Kendeng tidak dalam kondisi yang baik dan lestari, maka daerah-daerah lereng akan selamanya mengalami banjir bandang.
“Yang miris adalah selama kendeng ini tidak lestari, maka akan selamanya daerah Tambakromo, Kayen, Sukolilo akan terus mengalami banjir bandang,” tegasnya saat ditemui tim mitrapost.com pada Selasa, (26/4/2022).
Pihaknya menyebut dengan adanya kerusakan hutan di Pegunungan Kendeng, maka menghijaukan Kendeng dengan menanami pohon-pohon adalah suatu keharusan.
Ia menjelaskan melalui kegiatan menanam pohon itu perlu untuk dilakukan. Tetapi persoalnya bukan jumlah pohon yang ditanam, melainkan berapa pohon yang berhasil tumbuh dari penanaman tersebut.
“Kalau kita lihat kerusakan kendeng inikan semakin parah, adanya gerakan menghijaukan kembali hutan-hutan Kendeng itu sangat diperlukan. Tapi pertanyaannya bukan berapa banyak yang ditanam, yang terpenting adalah berapa yang berhasil tumbuh,” ungkapnya.
Pihaknya juga menyebut dalam kejadian banjir yang sering terjadi, pemerintah juga bisa melakukan upaya-upaya lainnya.
Mirza Budi menyampaikan perlu adanya normalisasi Sungai Mangin yang ada di Kayen. Menurutnya, kondisi sungai sudah tidak layak dan tidak mampu untuk menampung debit air.
Meskipun hal tersebut membutuhkan biaya yang besar. Ia beranggapan hal tersebut harus difikirkan oleh pemerintah daerah terkait dengan normalisasinya.
“Upaya lain yang perlu dilakukan adalah normalisasi Sungai Mangin yang membelah Desa Srikaton itu mas, ya meski ini butuh biaya yang tidak sedikit, tapi harus difikirkan mampu atau tidaknya anggaran daerah untuk itu,” ujarnya.
Selain itu, Ia juga berpesan kepada masyarakat agar tidak melakukan perilaku buruk dengan menjadikan sungai sebagai tempat sampah.
“Nah untuk kebiasaan yang selama terjadi, saat musim kemarau jangan sampai membuang sampah di sungai. Karena ini terjadi, masyarakat menganggap sungai adalah tempat sampah. Iya mungkin mereka tidak langsung merasakan dampaknya, tapi orang yang dibawah pasti akan merasakannya,” tambah Martinus. (*)






