Semarang, Mitrapost.com – Dalam mengantisipasi lonjakan inflasi, pemerintah provinsi Jawa Tengah melakukan sejumlah upaya.
Adapun langkah antisipatif yang dilakukan untuk menekan laju inflasi diantaranya adalah dengan menggelar operasi pasar, pemerataan distribusi sejumlah komoditas, serta mengoptimalkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
Dimana langkah tersebut merupakan arahan pemerintah pusat terkait pengendalian inflasi menjadi agenda prioritas kepala daerah.
“Tadi rakor pengendalian inflasi, jadi yang menjadi fokus perhatian atau prioritas utama adalah mengendalikan inflasi. Karena inflasi dampaknya cukup luas, termasuk pada pertumbuhan ekonomi dan berdampak pula pada persoalan pengangguran, kemiskinan. Ini menjadi fokus perhatian kita semua,” kata Sekretaris Daerah Jawa Tengah, Sumarno, seusai mengikuti Rakor TPID secara hybrid bersama 11 kementerian, di ruang rapat Gedung A lantai 2 Setda Jateng, Selasa (30/8/2022).
Berdasarkan keterangan dari Sekda, problem utamanya adalah terkait dengan harga pangan dan energi.
Harga pangan menjadi persoalan utama, karena beberapa negara melakukan penutupan ekspor bahan pangan. Sedangkan untuk harga cabai dan bawang merah yang menjadi komoditas penyumbang inflasi nasional, Pemprov Jateng masih bisa mengatasi. Salah satunya dengan pemerataan distribusi sejumlah komoditas penyumbang inflasi.
“Tetapi yang lebih berat adalah inflasi dari sisi harga energi karena menjadi persoalan internasional. Di Jawa Tengah agak sulit mengendalikan, karena ini kaitannya dengan kebijakan pemerintah pusat. Bahkan pemerintah pusat agak kewalahan menanggung subsidi, dari harga gas dan bahan bakar minyak,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian dalam arahannya menyampaikan, mengendalikan inflasi menjadi agenda prioritas kepala daerah. Selain itu, mengaktifkan TPID yang melibatkan stakeholder, seperti Polri, TNI, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, perbankan, kepala dinas, dan kepala daerah.
“Aktifkan Satgas Pangan untuk monitor semua gerakan komunitas per hari. Begitu ada kenaikan cepat lakukan analisis pedalaman, suplainya kurang atau distribusinya yang macet, dan carikan solusi. Yang bisa dilakukan solusi tingkat dua, silahkan berinovasi untuk itu sesuai dengan koridor hukum yang ada,” katanya.
Mendagri juga mengharapkan agar kepala daerah di tingkat provinsi berkompetisi dalam upaya untuk mengendalikan laju inflasi.
Kemudian berdasarkan keterangan dari Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jateng, M Firdaus Muttaqin mengatakan, tingkat inflasi Indonesia, termasuk Jawa Tengah diperkirakan antara 5-6 persen, atau masih rendah dibanding beberapa negara lain yang mencapai lebih dari sembilan persen.
Inflasi Indonesia relatif rendah karena dari sisi pemerintah sudah merespon dampak kenaikan global melalui APBN. Kemudian Bank Indonesia terus melakukan pengendalian melalui nilai tukar supaya stabil.
“Artinya bahwa dampak internasional sudah dapat dikurangi secara optimal. Sedangkan langkah pemerintah seperti apa, kita menunggu saja langkah selanjutnya. Kemarin karena adanya kenaikan harga cabai dan bawang merah, sekarang harga cabai dan bawang merah sudah cenderung turun. Untuk harga telur ayam semoga dapat dikendalikan dalam waktu dekat,” katanya.
Firdauz juga menjelaskan terkait dengan komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi di Indonesia adalah komoditas cabai dan bawang merah. Hal tersebut disebabkan karena faktor cuaca dengan intensitas yang cukup tinggi, sehingga mengakibatkan petani mengalami gagal panen.
“Kita melakukan kerja sama antar daerah. Jadi daerah-daerah yang surplus mengirim bawang dan cabai ke daerah-daerah lain. Selain itu, BI dan Pemprov Jateng juga sudah melakukan operasi pasar secara terukur, di daerah-daerah penyumbang inflasi,” tandasnya. (*)
Redaksi Mitrapost.com