Mitrapost.com – Terdaftarnya merek Open Mic sebagai HAKI memang sempat membuat sejumlah komika khawatir dan mengajukan pembatalan pendaftaran merek tersebut.
Menanggapi hal itu, Koordinator Pemeriksaan Merek Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Agung Indriyanto pun menghimbau para komika agar tidak perlu takut disomasi saat menggunakan kata open mic ketika menggelar pertunjukan.
Ia menjelaskan bahwa merek yang didaftarkan Ramon Papana ke Kemenkumham adalah ‘Open Mic Indonesia’ bukan Open Mic.
“Seharusnya tidak perlu takut jika disomasi karena menggunakan kata open mic selama tidak mengikuti secara persis merek Open Mic Indonesia dengan logo yang telah terdaftar,” kata Agung dalam keterangannya, Jumat (2/9) dilansir dari CNN Indonesia.
Agung menegaskan bahwa merek yang dilindungi negara adalah kata ‘Open Mic Indonesia’ dengan kombinasi unsur logo dan lukisan. Sedangkan jika hanya istilah ‘open mic’ saja tidak terdaftar sebagai merek.
Menurutnya, jika yang didaftarkan hanya istilah open mic, maka tidak akan diterima karena tidak ada pembeda. Sedangkan yang diajukan Ramon adalah Open Mic Indonesia dengan kombinasi logo, sehingga ada pembeda.
“Jika hanya diajukan merek dengan kata open mic kemungkinan besar tidak dapat diterima karena berkaitan dengan jenis barang umum. Namun, di sini kata open mic diikuti dengan Indonesia dan ada kombinasi unsur lukisan (logo). Itu yang secara keseluruhan jadi pembeda,” jelas Agung.
“Di sini ada perbedaan interpretasi yang diklaim pemilik merek sehingga melarang pihak lain untuk menggunakan kata open mic,” tambahnya.
Selain itu, ada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang telah mengatur bahwa pengajuan merek dengan kata-kata umum tidak diperbolehkan. Yang termasuk kata umum yaitu kata yang bersifat generik, deskriptif, dan tanda yang digunakan secara publik.
Misalkan saja coffee shop untuk merek kafe; sugar untuk merek gula; atau perekat untuk merek lem.
“Contohnya produk minuman jus merek pineapple. Memang tidak merujuk jus tapi menggambarkan minumannya nanas karena menjelaskan ingredients,” lanjut Agung.
Kemudian ada juga tanda yang tidak bisa didaftarkan misalkan saja tanda tengkorak untuk menggambarkan bahan kimia berbahaya.
“Kata-kata yang bersifat umum, deskriptif, dan generik harus tetap menjadi publik domain. Tidak bisa dimiliki secara eksklusif oleh satu pihak untuk mengklaim kata-kata tersebut,” ujarnya. (*)
Redaksi Mitrapost.com