Mitrapost.com – Diperbolehkannya kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan dengan sejumlah syarat, mendapat kritikan dari guru yang tergabung dalam Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Izin kampanye itu diberikan melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Sedangkan sebelumnya, MK juga telah mengeluarkan putusan yang melarang kampanye di tempat ibadah.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti menilai, fasilitas pendidikan seharusnya mendapatkan perlakuan yang sama dengan tempat ibadah dan fasilitas pemerintah. Dimana harusnya steril dari kepentingan politik praktis.
“Larangan penggunaan ketiga jenis sarana tersebut harus bersifat mutlak tanpa syarat. Apabila MK berdalil bahwa tempat ibadah tidak layak digunakan untuk kepentingan kampanye tanpa syarat karena menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan masyarakat menuju kondisi kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai ketuhanan berdasarkan Pancasila, begitu pun seharusnya dengan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah,” ujar Retno dilansir dari Kompas.
Meski disyaratkan ‘tanpa atribut’, namun ia menilai kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan tak lantas menghilangkan relasi uang dan kuasa.
“Kondisi tersebut jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan ke depannya. Apalagi jika yang berkampanye adalah kepala daerah setempat, relasi kuasa ada dan bahkan bisa menggunakan fasilitas sekolah tanpa mengeluarkan biaya,” ujar Retno.
“Jika menggunakan aula yang berpendingin udara, maka beban listrik menjadi beban sekolah,” katanya mencontohkan.
Selain itu, pihaknya juga mengkritik ‘fasilitas pendidikan’ yang maknanya tak diperjelas atau diperinci dalam putusannya.
Pada akhirnya, ia hanya berharap jika pemerintah memiliki antisipasi risiko kerugian dan keselamatan dari para peserta didik akibat aturan itu.
Peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam mengawasi kampanye juga diharapkan bisa maksimal. (*)
Redaksi Mitrapost.com