Mitrapost.com – Etnis Rohingnya berdatangan ke Aceh Indonesia untuk menetap di daerah tersebut melalui kapal-kapal laut.
Dalam hal ini, Guru Besar Hukum Internasional UI, Hikmahanto Juwana mengungkapkan bahwa pengungsi tersebut tidak otomatis langsung dilabeli sebagai pengungsi.
“Mereka sejatinya adalah pendatang gelap,” kata Hikmahanto Juwana, dikutip dari Detik News, pada Senin (11/12/2023).
Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani (Unjani) tersebut menyebut istilah pengungsi merupakan istilah hukum.
Dilansir dari Detik News, menilik Pasal 1 huruf A.2 dari Kovensi Pengungsi 1951– di mana Indonesia tidak meratifikasi namun diadopsi dalam Peraturan Presiden 125 Tahun 2016– maka pengungsi didefinisikan sebagai:
Orang yang disebabkan oleh ketakutan yang beralasan akan persekusi karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini politik, berada di luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat, atau karena ketakutan tersebut tidak mau memanfaatkan perlindungan negara itu, atau seorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan dan karena berada di luar negara di mana ia sebelumnya biasanya bertempat tinggal, sebagai akibat peristiwa-peristiwa termaksud, tidak dapat atau, karena ketakutan tersebut, tidak mau kembali ke negara itu.
“Namun demikian orang-orang yang memasuki wilayah negara lain tidak serta merta bisa mendapatkan status atau dapat dikatakan sebagai pengungsi. Mereka harus melalui verifikasi oleh UNHCR atau oleh otoritas keimigrasian dari wilayah negara yang dimasuki,” tutur Hikmahanto.
Verifikasi dapat dilakukan untuk memastikan ornag yang datang memenuhi Pasal 1 Konvensi Pengungsi.
“Menjadi pertanyaan apakah para etnis Rohingya telah melalui verifikasii oleh UNHCR atau Ditjen Imigrasi sehingga mereka bisa dianggap sebagai pengungsi? Bila belum maka etnis Rohingya yang berdatangan ke Indonesia tidak dapat dikatagorikan dan disebut sebagai Pengungsi dan tidak bisa mendapatkan hak-haknya berdasarkan Konvensi Pengungsi atau Perpres 125,” ucap Hikmahanto.
Ia mengatakan etnis Rohingnya bisa dikategorikan sebagai pencari suaka. Status ini juga dianggap perlu verifikasi dari Ditjen Imigrasi.
“Namun demikian ketentuan tentang pencari suaka tidak diatur baik di Konvensi Pengungsi 1951 maupun Perpres 125,” ujar Hikmahanto.
“Hal ini mengingat berdasarkan pasal-pasal tersebut orang yang masuk ke wilayah Indonesia harus memiliki buku paspor sebagai dokumen perjalanan dan masuk melalui pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Sebagai pendatang gelap maka pemerintah Indonesia mempunyai hak untuk mengusir atau mendeportasi etnis Rohingya,” kata Hikmahanto.
Redaksi Mitrapost.com