Mitrapost.com – Salah satu yang masih misteri di dunia ini adalah keberadaan bangsa kuno di sejarah dunia, seperti Atlantis dan Lemuria. Kedua peradaban ini masih banyak disebut oleh orang-orang, meski belum ditemukan bukti arkeologis yang kuat. Hal ini pula yang menjadi bangsa-bangsa tersebut sebatas mitos populer di masyarakat.
Kedua peradaban ini dikatakan telah ada ribuan tahun yang lalu. Menurut cerita, bangsa yang mendiami wilayahnya memiliki kehidupan yang maju dan makmur. Namun, peradaban kedua bangsa tersebut disebut telah lenyap karena peperangan hingga bencana alam yang membuat tanahnya tenggelam dasar lautan.
Menariknya, keberadaan kedua bangsa ini juga sering dikaitkan dengan daerah di Indonesia berdasarkan kondisi alam dan kebiasaan bercocok tanam masyarakatnya. Benarkah demikian?
Atlantis dan Lemuria, peradaban yang hilang
Atlantis menjadi salah satu mitos yang terkenal, berasal dari filsuf kuno bernama Plato. Ia menyebutkan bangsa tersebut dalam dialognya, Timaeus dan Critias. Menurut penggambarannya, Atlantis disebutkan merupakan pulau yang besar, berada di luar Pilar-Pilar Herkules (sekarang diidentifikasi sebagai Selat Gibraltar). Bangsanya juga makmur, dan menggunakan teknologi maju.
Namun, pulau itu dikisahkan tenggelam dalam satu malam karena bangsanya yang serakah dan berambisi, serta ketidakpatuhan terhadap nilai-nilai moral. Kehancuran Atlantis menjadi hukuman yang diberikan para dewa atas kesombongan dan ketidakadilan.
Tidak jauh dari kisah Atlantis, bangsa Lemuria juga disebut sebagai peradaban yang hilang. Wilayahnya diceritakan tenggelam di Samudra Hindia. Teori ini pertama kali muncul pada 1864 oleh ahli zoologi Inggris, Philip Scalter dalam sebuah artikel yang berjudul ‘The Mammals of Madagascar’, terbit dalam Quarterly Journal of Science.
Ia mencari penjelasan sebuah fenomena biogeografi, yang berkaitan dengan distribusi geografi spesies berbeda di seluruh dunia dari waktu ke waktu, kemudian mengajukan teori tentang Lemuria. Sang ahli mengklaim Lemuria, adalah benua yang menjadi jembatan darat kuno, yang menghubungkan Madagaskar, Autralia, dan ujung selatan India.
Mitos bangsa Lemuria juga juga dihubungkan dengan keyakinan spiritual dan esoteris. Mereka percaya bahwa Lemuria adalah benua purba dengan peradaban sangat maju dan tingkat spiritual tinggi. Kemudian, bangsa tersebut mencapai akhir karena kemunduran moral manusianya.
Meski sudah banyak kisah yang menyebut bangsa Atlantis dan Lemuria, namun belum ada bukti arkeologi yang jelas yang menyatakan keberadaannya. Hingga kini, kedua bangsa tersebut masih merupakan mitos yang menarik untuk dibahas.
Dugaan Atlantis dan Lemuria ada di Indonesia
Banyak peneliti dan ahli yang mencoba membuktikan keberadaan Atlantis dan Lemuria di masa lampau. Ilmuwan asal Brasil, Arysio Nunes dos Santos, dalam bukunya ‘Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato’s Lost Civilization’ membandingkan beberapa negara dengan ciri-ciri Benua Atlantis, mulai dari luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi hingga cara bercocok tanam.
Penelitiannya tersebut bahkan menghabiskan waktu 30 tahun. Santos menduga bahwa Atlantis ada di Indonesia, tepatnya di Natuna, Kepulauan Riau. Meski demikian, banyak peneliti yang meragukan kesimpulan tersebut. Mereka juga sepakat bahwa terdapat pulau yang tenggelam di Indonesia, yakni sebuah pulau di wilayah laut dangkal antara Sumatera dan Kalimantan, meski belum ada bukti yang menunjukkan peradaban di dasar lautan.
Pada 2013 lalu, Komite Perdamaian Dunia menetapkan Jawa Tengah sebagai provinsi perdamaian. Hal ini berdasarkan anggapan bahwa Jawa Tengah merupakan tempat berkembangnya peradaban Bangsa Lemuria.
Presiden Komite Perdamaian Dunia, Djuyoto Suntani, menyatakan bahwa peradaban bangsa itu diyakini hidup di Gunung Muria sekitar 75.000 SM-11.000 SM. Kisah tersebut berkaitan dengan Putri Shima dan Kerajaan Kalingga/Medang Kamulyan. Wilayah Kerajaan Medang Kamulyan saat itu meliputi Tegal, Pekalongan, Alas Roban, Semarang, Gunung Rahwatu (Muria), hingga ke Pati, Rembang, dan Karimun Jawa.
Meski demikian, belum banyak referensi yang benar-benar menyatakan keberadaannya. (*)
Redaksi Mitrapost.com