Mitrapost.com – Terdapat sejumlah hambatan yang membuat banyak investor asing masih ragu untuk menanamkan modal di Indonesia.
Dalam hal ini, Rosan Roeslani selaku Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang membuat keraguan itu adalah ketersediaan sumber energi baru terbarukan (EBT) yang bisa digunakan untuk industri.
“Saya di Kementerian Investasi walaupun relatif masih baru, bertemu dengan investor luar maupun dalam dan mereka memang untuk mereka berinvestasi, perilaku yang berhubungan dengan tata kelola yang berkelanjutan dan berkesinambungan dari lingkungan hidup itu menjadi salah satu prioritas utama mereka melakukan investasi,” ungkapnya, dikutip dari Detik finance, pada Rabu (18/9/2024).
Rosan menjelaskan banyak perusahaan luar negeri yang ingin membangun fasilitas produksinya pada negara yang sudah mempunyai EBT.
Ia lantas menjelaskan pihaknya kini tengah membangun kawasan industri dengan bass EBT yang nantinya terdapat perusahaan penyedia energi bersih.
“Ini juga yang kami lihat bahwa ini adalah suatu yang tidak terelakkan. Makanya kita mencoba untuk mendorong pembangunan, contohnya industrial estate (kawasan industri) yang berbasis dengan clean energy,” terangnya.
“Bukan kita harus, memang itu adalah permintaan, demand pasar yang memang harus kita lakukan. Kalau nggak nanti kita akan tertinggal oleh banyak negara, terutama paling gampang oleh negara-negara tetangga kita atau neighbouring country,” imbuh Rosan.
Rosan mengaku perusahaan asing juga ragu untuk menanamkan modalnya karena rendahnya sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
“Tentunya dalam rangka kita membangun ekosistem untuk clean energy sumber daya manusia memainkan peranan yang sangat penting. Mereka bilang ‘oke kebijakan sudah bagus tapi manusianya tidak tersedia’, itu menjadi tantangan sendiri,” kata Rosan.
Ia mengatakan 40% dari 134-135 juta tenaga kerja Indonesia hanya memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD).
“Kita lihat lebih lanjut lagi 24% hanya pernah di sekolah dasar, jadi itu pun tidak lulus sekolah dasar. 18% dengan latar belakang pendidikan SMA atau SMP, hanya 12-13% dengan latar belakang pendidikan diploma/universitas,” ucap Rosan.
Rosan pun menawarkan solusi untuk mengentaskan masalah itu melalui insentif kepada para pengusaha untuk memberikan pelatihan.
“Apabila setiap perusahaan ikut dalam program vokasi, training dan edukasi baik yang diadakan oleh pemerintah ataupun baik yang diadakan oleh perusahaan itu sendiri memperoleh insentif pajak sebesar 200%,” ucap Rosan.
“Apabila perusahaan baik dalam maupun luar negeri melakukan research and development-nya di Indonesia mendapat insentif pajak sampai 30%,” imbuh dia. (*)
Redaksi Mitrapost.com