Mitrapost.com – Pertemuan sejumlah kepala desa (Kades) di Hotel Semarang bubar setelah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Semarang datang.
Dalam hal ini, Ketua Bawaslu Kota Semarang, Arief Rahman mengungkapkan bahwa pertemuan ini berada di salah satu hotel bintang lima pada Rabu (23/10).
Pihaknya semula menerima adanya dugaan mobilisasi kepala desa di beberapa daerah di Jawa Tengah untuk mendukung pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur 2024.
“Dugaan tersebut diperkuat dengan adanya reaksi mereka yang langsung membubarkan diri atas kehadiran Bawaslu Kota Semarang,” kata Arief dalam keterangannya, dikutip dari Detik News, pada Kamis (24/10/2024).
Saat melakukan patroli, tim Bawaslu ada 11 orang. Dan 90 orang kepala desa yang berada di aula hotel membubarkan diri.
“Sejumlah kades yang hadir saat ditanya mengaku kegiatan ini merupakan silaturahmi dan konsolidasi organisasi Paguyuban Kepala Desa (PKD) Se-Jawa Tengah dengan slogan Satu Komando Bersama Sampai Akhir, dan sebagian kades saat dimintai keterangan mereka mengaku berasal dari beberapa kabupaten yang mana setiap wilayah mengirimkan perwakilan kades tiap Kabupaten, yakni ketua dan sekretaris. Adapun kabupaten yang terkonfirmasi antara lain Pati, Rembang, Blora, Sukoharjo, Sragen, Kebumen, Purworejo, Klaten, Wonogiri, Cilacap, Brebes, Pemalang, Kendal, Demak dan Semarang,” jelasnya.
Nampak dalam video yang beredar, para peserta membubabarkan diri dan enggan ditanya. Pertemuan serupa juga pernah dilakukan pada 17 Oktober 2024 di daerah Semarang Barat.
“Belum bisa disimpulkan,” tegasnya.
Arief lantas menjelaskan adanya aturan yang mengatur tentang kenetralan suatu pemimpin maupun pejabat.
Hal ini tertuang dalam Pasal 71 Ayat 1 UU Pilkada, diatur soal pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Sedangkan sanksi pidana diatur dalam Pasal 188 UU Pilkada yang berbunyi, ‘setiap Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta,” terang Arief.
“Selain sanksi pidana juga terdapat sanksi administratif dari pejabat berwewenang. Sehingga sudah cukup jelas ketentuan larangan terkait Kades yang melakukan tindakan ataupun perbuatan dukung mendukung apalagi kalau dilakukan dengan cara terorganisir hal ini bisa mencederai proses demokrasi,” tambah dia. (*)
Redaksi Mitrapost.com