Menelisik Kerugian Rp300 Triliun dari Kasus Pengelolaan Timah

Mitrapost.com – Kasus pengelolaan timah hingga saat ini masih berlangsung. Majelis hakim terus berupaya untuk mendapatkan keterangan para saksi.

Disebutkan bahwa kerugian negara dari kasus tersebut mencapai Rp300 triliun. Hal ini berkenaan dengan penyimpangan kerja sama smelter, kerusakan lingkungan hingga pembelian bijih timah.

Auditor investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Suaedi turut dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk 2016-2021, Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, MB Gunawan selaku Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa, dan Helena Lim.

Dilansir dari Detik News, Suaedi mengungkapkan kerugian pengelolaan timah mencapai Rp300 triliun.

“Jika PT Timah menambang sendiri, maka ada 2 cost yakni biaya penggantian lahan dan biaya penambangan. Dimana letak kerugian negaranya? Kemudian jelaskan variable sehingga biaya peleburan disimpulkan kemahalan,” tanya Hakim Alfis Setyawan.

“Dari keterangan saksi dan ahli ini adalah penambangan illegal yang mulia. Sumberdaya alam diperlukan ijin. Maka kami bekesimpulan bahwa perolehan bijih timah tanpa ijin itu illegal, dan itulah kerugian negara yang Mulia,” jelas Suaedi.

Auditor BPKP menyebut saat kunjungan lapangan pihaknya tidak melakukan klarifikasi dan verifikasi data.

Dalam hal ini, Mochtar Riza Pahlevi, Junaedi Saibih menyampaikan kekecewaan atas keterangan saksi.

“Saksi terbukti tidak menjalankan SOP sebagai audior. Hanya menganalisa daan menyimpulkan berdasarkan BAP yang diperlihatkan penyidik. Demikian pula ketika melakukan kunjungan lapangan, tidak melakukan verifikasi dan klarifikasi, hanya dating ke lapangan saja,” ujar Junaedi Saibih.

Lanjut Suaedi mengatakan Kejaksaan Agung RI telah meminta BPKP melakukan perhitungan kerugian negara pada 14 November 2023 lalu.

“Akan kami sampaikan secara ringkas, Yang Mulia, tentang bagaimana proses audit itu kami lakukan. Yang pertama adanya permintaan dari Kejaksaan Agung RI di tanggal 14 November 2023 perihal bantuan perhitungan kerugian keuangan negara dan permintaan keterangan ahli. Nah prosesnya, di kami berlaku bahwa setiap permintaan itu tidak serta-merta dilakukan langsung surat penugasan, ada sarana ekspose. Jadi yang kedua surat tugas itu baru kita terbitkan itu 26 Februari 2024,” kata Suaedi.

“Dipersidangan terbukti bahwa angka Rp 271 triliun bukan berdasarkan hasil perhitungan BKPK. Ahli hanya mengadopsi angka yang dihitung oleh ahli lingkungan, dan tanpa mengkonfirmasi dan memverifikasinya,” beber dia. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati