Intip Arogansi ‘Pasal Anestesi’ di Kasus Kematian Mahasiswa PPDS Undip

Mitrapost.com – Kasus kematian mahasiswi PPDS Anestesi Undip kini telah menemui babak baru, dengan penetapan tiga tersangka.

Dalam hal ini,  Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sandhy Handika menjelaskan jika salahs atu tersangka bernama Zara menjadi kakak pembimbing dari angkatan 76 PPDS Anestesi Undip sempat memberikan materi kepada juniornya, salah satunya yaitu dr Aulia.

Zara memaparkan pasal anestesi yang harus dipatuhi oleh para juniornya dan tidak boleh dibantah.

“Zara Yupita Azra secara eksplisit menyampaikan dan memerintahkan agar angkatan 77 menghafal dan melaksanakan pasal anestesi dan tata krama anestesi yang bersifat dogmatis dan harus ditaati tanpa boleh dibantah,” kata Shandy, di PN Semarang, dikutip dari Detik Jateng pada Rabu (27/5/2025).

Pasal Anestesi ini berisi bahwa junior harus tunduk dan menerima hirarki kekuasaan senior.

“Pasal satu, senior selalu benar. Dua, bila senior salah kembali ke pasal 1. Tiga, hanya ada ‘ya’ dan ‘siap’. Empat, yang enak hanya untuk senior. Lima, bila junior dikasih enak, tanya kenapa. Enam, jangan pernah mengeluh karena semua pernah mengalami. Tujuh, jika masih mengeluh, siapa suruh masuk anestesi?” urainya.

“Tata krama anestesi, satu, selalu sebutkan izin bila bicara dengan senior. Dua, semester nol hanya boleh bicara dengan semester satu. Dilarang keras bicara dengan semester di atasnya kecuali senior yang bertanya langsung. Tiga, biar kenal dengan senior atau teman akrab senior di IBS atau instalasi bedah sentral, haram hukumnya semester nol bicara dengan semester dua tingkat ke atas,” tambah dia.

Ada juga tugas bagi mahasiswa PPDS untuk menyediakan makan prolong, logistik, transportasi, hingga mengerjakan tugas ilmiah senior dan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP).

“Bahwa makan prolong sendiri adalah istilah yang digunakan untuk makanan yang disediakan bagi seluruh pasien senior dan atau dokter penanggung jawab pelayanan DPJP yang masih bertugas di atas jam 18.00 WIB di RSUP dr. Kariadi,” jelasnya.

“Proses penyediaan makanan makan prolong ini merupakan implementasi langsung dari doktrin yang enak hanya untuk senior dan bila junior dikasih enak (harus) tanya,” kata dia.

Berdasarkan bukti transfer dari rekening dr Aulia dan teman seangkatannya untuk keperluan makan prolong hingga 6 bulan, terkumpul uang sebesar Rp 766 juta.

“Rekening atas nama Aulia Risma Lestari sebesar Rp 494.171.000. Dari rekening atas nama Bayu Ardibowo sebesar Rp 272.500.000. Total Rp 766 juta,” ungkapnya.

Rangkaian ancaman kekerasan dari pasal anestesi dan tata krama anestesi ini disinyalir berdampak buruk terhadap Aulia hingga ia meregang nyawa.

“Dapat disimpulkan kalau faktor utama yang ditemukan pada almarhum dokter Aulia Risma adalah hilangnya rasa kepercayaan diri, frustrasi, ketakutan yang mendalam, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan berkontrol serta penghayatan ketidakberdayaan,” terangnya.

“Dampak ini menjadi masalah psikologis yang serius, mengarah pada gangguan suasana hati depresi yang berujung pada tindakan mengakhiri hidupnya sendiri,” kata dia. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati