Mitrapost.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengambil langkah tegas pemblokiran atau penghentian sementara transaksi pada rekening dormant.
Hal ini dilakukan dalam rangka mendorong bank dan pemilik rekening melakukan verifikasi ulang dan memastikan rekening dormant tidak disalahgunakan untuk tindak kejahatan.
Dilansir dari Hukumonline, PPATK selama 5 tahun terakhir sejak 2020 menemukan lebih dari satu juta rekening dormant yang terindikasi berkaitan dengan tindak pidana.
Rekening dormant sering dijadikan sasaran tindak kejahatan termasuk pencucian uang, jual beli rekening, peretasan, penggunaan nominee, transaksi narkotika, korupsi, hingga penyalahgunaan dari oknum internal bank.
Dalam rinciannya, lebih dari 150 ribu rekening diketahui merupakan nominee yang diperoleh dari jual beli rekening dan peretasan, dan lebih dari 50 ribu rekening lainnya menjadi tidak aktif setelah menerima dana dari hasil kejahatan.
Mayoritas rekening dormant tidak diketahui pemilik aslinya karena tidak pernah diperbarui datanya. Bahkan, biaya administrasi bank masih terus berjalan sesuai, menyebabkan saldo habis dan akhirnya ditutup.
Dalam kasus penyaluran bantuan sosial (bansos), ditemukan lebih dari 10 juta rekening penerima bansos yang tidak digunakan selama lebih dari tiga tahun, dengan total dana mengendap sebesar Rp2,1 triliun.
Melihat fakta-fakta tersebut, Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah, mengusulkan adanya pengelolaan yang lebih ketat atas rekening dormant di seluruh sektor perbankan.
Pengelolaan ini mencakup peningkatan kebijakan Know Your Customer (KYC), penerapan Customer Due Diligence (CDD), serta pelibatan aktif dari pemilik rekening untuk menjaga kepemilikannya.
Pemblokiran menjadi upaya konkret untuk melindungi dana milik masyarakat yang sah dari risiko kejahatan keuangan dan mencegah dampak buruk bagi ekonomi Indonesia. (*)

Redaksi Mitrapost.com