Mitrapost.com – Krisis iklim global bukan lagi sekadar isu lingkungan yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Saat ini, dampaknya sudah nyata terasa di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Dari bencana alam yang sering terjadi hingga gangguan pada sektor pangan dan kesehatan, krisis iklim global menjadi tantangan serius yang tak bisa diabaikan.
Indonesia termasuk negara yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang lebih dari 99.000 km, ancaman naiknya permukaan laut menjadi persoalan besar.
Menurut laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), beberapa wilayah pesisir di Indonesia berisiko tenggelam jika emisi karbon tidak segera ditekan. Kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya sudah merasakan dampaknya berupa banjir rob yang semakin parah.
Tak hanya pesisir, sektor pertanian pun ikut terdampak. Perubahan pola cuaca menyebabkan musim tanam dan panen jadi tidak menentu. Curah hujan yang ekstrem atau kekeringan panjang bisa menurunkan produktivitas petani yang pada akhirnya memengaruhi ketahanan pangan nasional.
Laporan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan bahwa suhu rata-rata di Indonesia terus meningkat, dan ini memperburuk potensi gagal panen, khususnya di wilayah rentan seperti Nusa Tenggara dan sebagian Jawa.
Krisis iklim juga berkaitan erat dengan kesehatan masyarakat. Kenaikan suhu memperbesar risiko penyebaran penyakit tropis seperti demam berdarah dan malaria.
Polusi udara akibat kebakaran hutan yang kerap terjadi saat musim kemarau panjang pun menimbulkan gangguan pernapasan, terutama pada anak-anak dan lansia.
Dampak lainnya terlihat pada aspek sosial-ekonomi. Bencana alam seperti banjir, longsor, dan kekeringan memaksa ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian.
Hal ini dapat memperburuk ketimpangan dan mempercepat arus migrasi penduduk ke kota-kota besar, yang akhirnya menimbulkan masalah baru seperti kemiskinan urban dan tekanan infrastruktur.
Meski tantangannya berat, masih ada harapan. Pemerintah Indonesia telah menyatakan komitmennya dalam menurunkan emisi gas rumah kaca melalui dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) yang ditetapkan pada 2022.
Di sisi lain, peran masyarakat juga sangat penting. Gaya hidup rendah karbon seperti mengurangi sampah plastik, menggunakan transportasi ramah lingkungan, dan mendukung energi terbarukan bisa menjadi kontribusi nyata dalam meredam dampak krisis iklim.
Krisis iklim bukan soal es di kutub atau hujan di negara lain. Ini adalah soal udara yang kita hirup, makanan yang kita makan, dan tanah tempat kita berpijak. Untuk itu, kesadaran kolektif dan aksi nyata dari semua pihak menjadi kunci menjaga Indonesia tetap layak huni di masa depan. (*)

Redaksi Mitrapost.com