Mitrapost.com – Jumlah pasien yang mengeluhkan gangguan pada telinga di Lumajang, Jawa Timur mengalami kenaikan. Tren kenaikan ini terjadi diduga akibat maraknya event karnaval sound horeg di daerah setempat.
Dokter Spesialis THT di RSUD Dokter Haryoto Lumajang, Aliyah Hidayati membenarkan bahwa ada kenaikan jumlah pasien di poli Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT). Banyak di antaranya mengalami gangguan telinga akibat suara keras dari sound horeg.
“Jumlah pasien gangguan telinga meningkat akibat suara keras dari sound horeg. Setelah kami telusuri setelah dari acara sound (horeg),” kata Aliyah baru-baru ini, dikutip Detik.
“Pasien THT juga dimungkinkan karena sebelumnya ada gangguan telinga kemudian ada tetangganya hajatan menyewa sound horeg sehingga memperparah kondisi gangguan telinga,” lanjut dia.
Dampak Sound Horeg terhadap Kesehatan
Kontroversi mengenai sound horeg ini masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Menurut informasi, tingkat suara yang dihasilkan sound horeg diperkirakan di kisaran 120-135 dB, sementara World Health Organization (WHO) menetapkan ambang batas aman paparan suara 85 dB maksimal selama 8 jam per hari.
Pakar Kesehatan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, dr Gina Noor Djalilah, SpAMM mengatakan paparan suara keras lebih dari 100 dB bisa menyebabkan kerusakan permanen pada sel rambut halus di koklea.
Ini dapat mengakibatkan kondisi tinnitus atau denging terus-menerus di telinga, hiperakusis atau sensitivitas berlebih terhadap suara, pusing, hingga vertigo. Dampak fatalnya, seseorang bisa kehilangan fungsi pendengarannya.
“Kerusakan ini bersifat irreversibel karena sel-sel tersebut tidak dapat tumbuh kembali. Awalnya mungkin hanya terasa sulit mendengar percakapan di tengah keramaian. Namun jika terus terpapar, bisa berujung pada ketulian,” jelas dr Gina.
Selain berdampak buruk bagi pendengaran, suara keras sound horeg juga berbahaya bagi kesehatan jantung. Suara dengan desibel tinggi atau di atas 50 dB secara terus-menerus bisa mengakibatkan gangguan pada jantung dan pembuluh darah.
“Tapi apakah dalam waktu singkat? tentunya nggak ya, butuh waktu yang lama untuk noise pollution menjadi cardiovascular disease,” kata Spesialis jantung dr Yuri Afifah, SpJP. (*)

Redaksi Mitrapost.com