Mitrapost.com – Pada masa kini, hampir setiap orang pernah mengirim emoji yang sudah menjadi bagian penting dalam percakapan digital satu sama lain. Tapi, tahukah kamu jika perjalanan emoji dimulai jauh sebelum kita memiliki ponsel pintar seperti sekarang?
Sebuah organisasi yang menetapkan kode untuk setiap karakter digital bernama Unicode Consortium dalam situsnya mengisahkan awal penemuan emoji terjadi pada akhir 1990-an di Jepang.
Shigetaka Kurita, seorang desainer di perusahaan telekomunikasi NTT DoCoMo, memiliki ide membuat simbol kecil yang bisa memperjelas maksud pesan singkat.
Saat itu, pesan biasa seperti short message service (SMS) hanya bisa memuat karakter terbatas, sehingga mengekspresikan perasaan lewat teks saja sering membuat pesan menjadi kaku atau ambigu.
Dari situlah Kurita menciptakan 176 gambar berukuran 12×12 piksel mulai dari ikon cuaca, makanan, hingga ekspresi wajah. Ide ini langsung disukai pengguna karena membuat komunikasi terasa lebih hidup.
Seiring waktu, konsep ini berkembang dan mulai diadaptasi oleh berbagai perusahaan teknologi di Jepang. Namun, emoji baru benar-benar mendunia ketika Apple dan Google mengintegrasikannya ke dalam sistem operasi ponsel mereka pada akhir 2000-an.
Awalnya, emoji hanya tersedia di Jepang hingga permintaan dari pengguna internasional membuatnya diperkenalkan secara lebih global.
Agar penggunaan emoji bisa dipakai hingga lintas platform seperti dari Android ke iPhone, dibutuhkan adanya standarisasi dikerjakan oleh Unicode Consortium.
Sejak saat itu, emoji mulai berkembang pesat. Beberapa versi baru hadir setiap tahun, mencerminkan keberagaman budaya, profesi, dan identitas manusia. Bahkan, terdapat emoji khusus untuk makanan tradisional, simbol keagamaan, hingga bendera negara.
Tahun 2015, Face with Tears of Joy dinobatkan sebagai “Word of the Year” oleh Oxford Dictionaries yang membuktikan betapa besarnya pengaruh emoji dalam komunikasi sehari-hari.
Menariknya, emoji bukan hanya soal ekspresi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaannya dalam percakapan digital mampu memperkuat hubungan sosial, mengurangi kesalahpahaman, dan membuat pesan terasa lebih personal. (*)

Redaksi Mitrapost.com