Mitrapost.com – Membahas mengenai kemerdekaan erat kaitannya dengan 4 waktu perjuangan, di antaranya perjuangan untuk merdeka, ketika proklamasi kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan.
Keempat perjuangan tersebut tidak bisa dipisahkan dari para pejuang di Indonesia termasuk dalam lini santri dan ulama.
Dalam laman resmi Kementerian Agama Republik Indonesia (RI), Mantan Wakil Presiden RI KH. Makruf Amin mengungkap perjuangan santri dan ulama di Indonesia dalam membebaskan negara dari kolonialisme sudah dilakukan jauh sebelum lahirnya Kebangkitan Nasional.
Perlawanan-perlawanan terhadap Belanda yang oleh Sartono Kartodirjo disebut sebagai religious revival atau kebangkitan agama, mulai dilakukan pahlawan Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, dan lainnya.
Melansir NU Online, beberapa perlawanan santri yang terlihat, di antaranya terjadi di Sumatera Barat (1821-1828), Perang Jawa (1825-1830), Perlawanan di Barat Laut Jawa pada 1840 dan 1880, hingga Perang Aceh pada 1873-1903.
Sementara Perang Kedongdong (1808-1819) yang terjadi di Cirebon ini melibatkan ribuan santri dalam pertempurannya.
KH Wahid Hasyim, salah satu santri yang juga termasuk putra dari dari KH. Hasyim Asy’ari ikut andil dalam pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang menjadi tombak dalam kemerdekaan.
Pasca kemerdekaan, salah satu peran santri terlihat dari terjadinya perang 10 November yang dihimpun oleh kiai dan para santri se-Jawa dan Madura dipimpin oleh Kiai Abas Buntet, Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Mahrus Ali, dan kiai-kiai lainnya.
Di Jawa Tengah, para santri yang tergabung dalam laskar Hizbullah Bersatu melakukan perlawanan di Srondol Semarang dan Ambarawa sekitar November 1945 saat Sekutu mundur dan pengepungan kembali terjadi.
Dalam pengepungan, sekitar 17 anggota Laskar Hizbullah gugur termasuk komandan laskar, yaitu Khudhori setelah ditembak dan ditusuk bayonet. Laskar Hizbullah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan kemerdekaan Indonesia pada masa silam.
Pada masa kini, ulama dan santri bergabung mengisi panggung politik, menyemarakkan dunia bisnis, ekonomi, literasi, digital hingga militer. (*)

Redaksi Mitrapost.com