Mitrapost.com – Peringatan hari lahir atau Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi yang sudah mengakar kuat di berbagai belahan dunia Islam, termasuk Indonesia.
Sejarah mencatat bahwa salah satu sahabat Nabi menjadi tokoh penting dalam lahirnya peringatan ini, meski bentuknya tidak sama dengan tradisi Maulid yang dikenal saat ini.
Sejarah Islam mencatat bahwa tradisi perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW tidak serta-merta hadir sejak masa beliau masih hidup. Para sahabat lebih menekankan pada pengamalan ajaran dan teladan Rasulullah.
Akan tetapi, riwayat menyebutkan bahwa sahabat Abu Lahab, meskipun dikenal sebagai penentang dakwah Nabi justru tercatat sebagai sosok yang pertama kali mengekspresikan kegembiraan atas kelahiran Nabi.
Menurut riwayat dalam Shahih al-Bukhari, Abu Lahab membebaskan budaknya, Tsuwaibah sebagai ungkapan bahagia ketika mendengar kabar kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Tindakan ini kemudian ditafsirkan sebagai bentuk “peringatan” awal yang berkaitan dengan Maulid Nabi, meskipun tidak dalam bentuk perayaan sebagaimana yang dilakukan kaum Muslim pada masa-masa berikutnya.
Tradisi Maulid dalam bentuk perayaan besar muncul berabad-abad kemudian, tepatnya pada masa Dinasti Fathimiyah di Mesir sekitar abad ke-10 Masehi. Pada era ini, peringatan kelahiran Nabi dilakukan dengan acara resmi kerajaan, doa, pembacaan shalawat, serta pembagian makanan.
Dari Mesir, tradisi tersebut menyebar ke wilayah lain, termasuk Syam, Irak, hingga akhirnya sampai ke Nusantara melalui para ulama dan pedagang Muslim.
Menurut catatan sejarawan Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara, tradisi Maulid mulai dikenal di Indonesia sekitar abad ke-15 bersamaan dengan proses Islamisasi di Jawa.
Para wali, khususnya Sunan Kalijaga memanfaatkan momentum Maulid untuk menarik simpati masyarakat melalui seni, gamelan, dan pertunjukan budaya yang sarat makna dakwah.
Meski sejarahnya beragam, perayaan Maulid Nabi kini menjadi sarana penting bagi umat Islam untuk meneguhkan kecintaan kepada Rasulullah. Peringatan ini tidak hanya dipahami sebagai tradisi seremonial, tetapi juga kesempatan untuk memperdalam teladan Nabi dalam kehidupan sehari-hari. (*)

Redaksi Mitrapost.com