Mitrapost.com – Negara Republik Indonesia baru saja alami deflasi atau penurunan harga barang yang menyebabkan nilai uang meningkat, sebanyak 0,08% secara bulanan (month to month/mtm) pada Agustus 2025.
Fenomena yang resmi didapat dari Badan Pusat Statistik itu bahkan dihitung menjadi deflasi yang keempat sepanjang 2025 yang dialami RI, setelah sebelumnya berada di Bulan Januari 2025 sebesar 0,76% mtm, Februari 2025 sebesar 0,48% mtm dan Mei 2025 sebesar 0,37% mtm.
Melansir dari CNBC Indonesia, beberapa ekonom menyebut peristiwa deflasi dianggap lebih serius daripada inflasi karena dinilai lebih sulit dikendalikan.
Dalam masa deflasi, barang dan jasa konsumen bukanlah satu-satunya poin pokok yang harganya turun, tetapi juga menyasar pada nilai investasi seperti saham dan obligasi.
Jatuhnya nilai saham, obligasi, real estat, dan komoditas menyebabkan meningkatnya kepemilikan uang tunai yang menyebabkan berkurangnya investasi, yang berpotensi adanya penurunan lebih lanjut mengenai harga aset.
Jika masa deflasinya berlangsung lebih lama, maka laba perusahaan bisa menurun. Hal ini menyebabkan kondisi berantai dari mulai kelebihan pasokan yang memaksa perusahaan menjual produk berharga rendah, yang selanjutnya timbul pemangkasan biaya produksi, pengurangan upah karyawan, pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga penutupan produksi.
ketika hal tersebut terjadi, maka pengangguran akan meningkat, ekonomi tidak berkembang, dan orang-orang tidak akan membelanjakan uangnya karena kekhawatiran mereka akan masa depan yang tidak pasti.
Selama deflasi, pemerintah mendorong pengeluaran dan pinjaman dengan tidak menurunkan suku bunga ke level negatif, karena Bank Sentral di wilayah yang terkena deflasi hanya mampu mengubah sedikit saja nilai tukar. (*)

Redaksi Mitrapost.com