Mitrapost.com – Keluarga warga negara asing (WNA) asal Australia Byron Dumschat (23), yang meninggal di Badung Bali, masih mempertanyakan alasan pemulangan jasad tanpa jantung. Tak hanya itu, pihaknya juga mengaku dimintai biaya tambahan untuk repatriasi organ.
Ps. Kasubsi Penmas Polres Badung, Aiptu Ni Nyoman Ayu Inastuti mengungkapkan, pada 26 Mei 2025, jasad Byron ditemukan oleh temannya, Bailey Woods, di kolam renang sebuah vila di Kerobokan, Badung sekitar pukul 08.00 WITA.
Pemeriksaan dan autopsi jasad selanjutnya dilakukan di RSUP Prof. IGNG Ngoerah guna mengetahui penyebab kematian korban. Menurut dokter yang menangani, Byron diduga meninggal dunia karena keracunan senyawa etanol.
“Ahli menyimpulkan bahwa temuan yang paling besar kemungkinannya untuk menjadi sebab kematian orang ini adalah intoksikasi ethanol,” tutur Aiptu Nyoman Ayu, Selasa (23/9/2025), dikutip Detik.
Sekitar empat minggu kemudian, jasad Byron dikembalikan ke negara asalnya, Australia. Namun, menurut temuan Queensland Coroners Court, jantung Byron tidak ada dan masih tertahan di Bali. Atas hal ini, pihak keluarga lewat kuasa hukum mempertanyakannya kepada pihak rumah sakit.
Pihak RSUP Prof. IGNG Ngoerah saat itu memang langsung mengatur pengembalian organ. Namun, menurut orang tua Byron, pihak rumah sakit sama sekali tidak memberikan keterangan lengkap, bahkan pihaknya dimintai biaya tambahan sebesar AUS 700 untuk proses repatriasi organ.
“Orang tua korban, yaitu Robert Allan Haddow dan Chantal Maree Haddow, kembali dikejutkan dengan penemuan fakta dari The Queensland Coroners Court bahwa jantung almarhum telah diambil dan ditahan di Bali tanpa sepengetahuan maupun persetujuan keluarga,” jelas salah satu kuasa hukum keluarga Byron, Ni Luh Arie Ratna Sukasari, Rabu (24/9/2025).
Menanggapi hal tersebut Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Prof Ngoerah, I Made Darmajaya mengklarifikasi bahwa pihak rumah sakit telah memberi tahu keluarga korban bahwa organ jantung masih dalam proses autopsi, sehingga belum bisa dipulangkan bersamaan dengan tubuhnya.
Ini karena autopsi terhadap organ vital, seperti jantung, memang dilakukan secara menyeluruh, sehingga harus dilakukan pengambilan organ secara utuh.
“Pada kasus tertentu, jantung memang harus diambil utuh untuk menentukan letak kelainan jantung. Itu tidak mudah. Dipotong tipis-tipis. Begitu pula dengan otak. Kalau perlu, kami ambil otaknya secara utuh, jika ada kelainan otak,” kata dia.
Setelah pemeriksaan selesai, pihak rumah sakit kemudian menyerahkan organ jantung itu ke pihak pemakaman. Nantinya, pihak pemakaman yang mengatur pemulangan organ ke pihak keluarga di negara asal.
“Yang memulangkan itu pihak pemakamannya. Kami serah terima organ jantungnya tanggal 21 Juli 2025,” kata dia. (*)

Redaksi Mitrapost.com