Mitrapost.com – Kasus kematian remaja di Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan baru-baru ini mengundang sorotan masyarakat, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Lembaga tersebut menduga ada indikasi perdagangan anak.
Sebagai informasi, remaja inisial RTA itu baru berusia 14 tahun saat dipekerjakan sebagai terapis spa. Komisioner KPAI, Ai Maryati Sholihah menyebutkan sejumlah dugaan adanya intimidasi hingga pemantauan ketat terhadap para pekerja.
“Kenyataannya di spa, itu sangat mungkin kalau dalam TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang). Sehingga kalau saya melihat dari sejumlah indikasi misalnya, penempatan, penerimaan, lalu informasi semacam intimidasi,” kata dia, Senin (13/10/2025), dikutip CNN Indonesia.
“Bahkan, informasi dari masyarakat kalau pun keluar dari tempat usaha itu, anak-anak ini dipantau bodyguard, para pekerja ini sehingga tidak bisa bebas keluar masuk tanpa izin yang tepat,” lanjutnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan hal yang merujuk pada dugaan eksploitasi anak, yakni usia RTA yang masih di bawah umur, namun telah dipekerjakan di tempat spa. Pihaknya juga mendorong adanya penelusuran terkait perekrutan pegawai di tempat spa tersebut.
Ia juga tidak menutup kemungkinan tindakan pemalsuan identitas korban, sehingga ia bisa diterima untuk dipekerjakan di tempat tersebut. Saat ini, KPAI telah berkoordinasi dengan kepolisian, KPAI juga bekerja sama dengan Kemenaker.
“Sehingga ada sejumlah eksploitasi, dugaan saya, ditemukan,” kata Ai.
“Ini yang harus diungkap. Makanya saya kerja sama dengan Kemenaker. Nanti kalau itu tidak ada dalam sistem ketenagakerjaan, berarti ini anak KTP-nya usia berapa. Kan kita bisa mengkonfirmasi. Nanti ada sejumlah KTP yang kemungkinan dipalsukan. Ini kita harus fair-fair-an aja lah,” imbuh dia.
Terkait isu mengenai tempat bekerja RTA merupakan praktik protitusi terselubung, Ai mengaku harus didalami oleh pihak berwajib terlebih dahulu.
“Nah ini yang saya kira juga harus klir di tingkat penyidikan,” katanya.
Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan, saat ini, polisi telah memeriksa 15 orang saksi, termasuk rekan kerja hingga pihak perusahaan. Penyelidikan dilakukan untuk mengetahui apakah ada indikasi eksploitasi anak dan TPPO.
“Jadi kita masih tetap melakukan penyelidikan. Kita menggunakan Pasal eksploitasi anak, TPPO, Pasal 2 UU TPPO dan juga UU perlindungan anak,” tutur Nicolas. (*)

Redaksi Mitrapost.com