Pentingnya Literasi Media dari Fenomena Hoaks

Mitrapost.com – Di era digital yang serba cepat, informasi kini dapat menyebar hanya dalam hitungan detik. Media sosial, portal berita daring, hingga aplikasi pesan instan menjadikan siapa pun bisa menjadi penyebar dan penerima informasi sekaligus.

Namun kemudahan ini juga membawa risiko besar, salah satunya adalah maraknya penyebaran hoaks atau berita palsu. Fenomena ini tidak hanya menyesatkan masyarakat, tetapi juga dapat menimbulkan keresahan sosial, bahkan perpecahan di tengah masyarakat.

Oleh karena itu, literasi media menjadi kebutuhan mendesak bagi setiap individu di era informasi seperti sekarang. Hoaks umumnya muncul karena adanya motif tertentu, baik ekonomi, politik, maupun sekadar mencari perhatian publik.

Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), hingga pertengahan tahun 2025 tercatat lebih dari 13 ribu konten hoaks yang berhasil diidentifikasi dan ditindak.

Angka tersebut menunjukkan bahwa arus informasi palsu masih sangat tinggi, meskipun pemerintah dan berbagai lembaga telah berupaya melakukan edukasi digital.

Literasi media merupakan kemampuan untuk mengakses, memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang diterima melalui berbagai saluran media.

Dengan kemampuan ini, masyarakat tidak hanya menjadi penerima pasif, tetapi juga mampu menilai kebenaran dan kredibilitas suatu informasi sebelum menyebarkannya.

Literasi media bukan sekadar soal membaca berita, melainkan kemampuan berpikir kritis terhadap pesan yang diterima, termasuk memahami konteks, sumber, dan tujuan dari suatu konten.

Fenomena hoaks yang menyebar cepat menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum terbiasa melakukan verifikasi informasi. Sering kali, berita yang mengandung unsur emosional seperti kemarahan, ketakutan, atau simpati lebih mudah dipercaya dan dibagikan tanpa dipastikan kebenarannya.

Padahal, inilah celah yang dimanfaatkan oleh pembuat hoaks untuk memanipulasi opini publik. Dalam konteks ini, literasi media berperan penting sebagai perisai agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum tentu benar.

Untuk meningkatkan literasi media, perlu ada sinergi antara pendidikan, pemerintah, dan masyarakat. Sekolah dan perguruan tinggi bisa memasukkan pendidikan literasi digital sebagai bagian dari kurikulum.

Sementara itu, pemerintah dapat memperkuat regulasi dan menyediakan kanal klarifikasi yang mudah diakses publik. Di sisi lain, masyarakat juga perlu menumbuhkan budaya cross-check atau pemeriksaan ulang sebelum membagikan informasi, terutama di media sosial.

Teknologi juga dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk melawan hoaks. Misalnya, dengan menggunakan situs pemeriksa fakta seperti Turn Back Hoax, Cek Fakta Tempo, atau kanal resmi Kominfo.

Selain itu, algoritma media sosial kini juga mulai diarahkan untuk menekan penyebaran konten palsu dengan memberikan label peringatan atau menurunkan visibilitasnya di lini masa pengguna.

Namun di luar semua upaya teknis tersebut, yang paling penting adalah kesadaran individu. Literasi media tidak hanya soal kemampuan membaca informasi, tetapi juga soal tanggung jawab moral dalam menyebarkannya.

Ketika setiap individu menyadari perannya dalam menjaga kebersihan ruang digital, maka ekosistem informasi yang sehat dapat terwujud. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati