Mitrapost.com – Perjalanan sejarah Nusantara tidak luput dari tokoh perempuan yang berperan penting dalam membentuk identitas bangsa. Meskipun sering terlupakan dalam catatan resmi, kontribusi mereka menjadi bagian dari perjuangan dan kebangkitan masyarakat di berbagai masa.
28 Oktober menjadi salah satu hari yang dipilih untuk memperingati Sumpah Pemuda sebagai salah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, ditandai dengan ikrar Keputusan Kongres Pemuda yang diucapkan oleh pemuda-pemudi Indonesia.
Dalam lembaran sejarah Nusantara, banyak perempuan muda yang berhasil melampaui stereotip demi menunjukkan perannya di bidang politik, perlawanan, seni, hingga perjuangan emansipasi, seperti Cut Nyak Dien dari Aceh maupun Raden Ajeng Kartini.
Namun, ada salah satu nama pejuang muda yang berperan dalam diplomasi dan kebudayaan menurut sejarah Bali, ialah I Dewa Agung Istri Kanya, pemimpin pasukan dalam Perang Kusamba tahun 1849 hingga berhasil memukul mundur pasukan kolonial Belanda.
Melansir dari Detik, I Dewa Agung Istri Kanya tampil sebagai panglima perang yang gagah berani dalam Perang Kusamba, dengan membawa penolakan keras terkait campur tangan kolonial dalam urusan adat dan budaya masyarakat Bali.
Penolakan-penolakan ini, salah satu di antaranya adalah dengan adanya intervensi Belanda, termasuk hak tradisional atas kapal yang karam di wilayah Bali bernama Hak Tawan Karang.
Tak sampai situ, I Dewa Agung Istri Kanya bahkan memutuskan untuk tidak menikah sepanjang hidupnya, lantaran sebagai simbol pengabdian total kepada rakyat dan kerajaannya.
Hal inilah yang mendatangkan gelar baru berupa Istri Kanya, dengan arti perempuan suci atau perempuan yang melajang seumur hidup. Bahkan, Belanda ikut memberinya julukan sebagai Wanita Besi, akibat dari ketangguhan dan konsistensinya sebagai pemimpin.
Sejarah memang sering ditulis dari sudut pandang kekuasaan, tetapi jika kita menelisik lebih dalam, terdapat begitu banyak kisah perempuan muda yang memberi warna pada perjalanan bangsa.
Dengan mengenang kisah-kisah ini pada momentum Sumpah Pemuda 28 Oktober 2025, generasi muda dapat belajar bahwa perjuangan dan kepemimpinan tidak mengenal gender maupun usia, melainkan tumbuh dari tekad dan kecintaan terhadap tanah air. (*)

Redaksi Mitrapost.com






