Mitrapost.com – Pada 1850, penggunaan jaringan komunikasi dengan memanfaatkan infrastruktur kabel bawah laut untuk telegraf dilakukan pertama kali secara komersial, dan dipasang melintas di Selat Inggris, antar Dover, Inggris dan Calais, serta Perancis.
Hingga belakangan ini, pemanfaatan tersebut mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini terbukti dari nilai investasinya yang diprediksi melompat menjadi 13 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp216 triliun.
Melansir dari CNBC Indonesia, kepala penjualan di Alcatel Submarine Networks, Paul Gabla menyebut bahwa selama 10 tahun terakhir, nilai investasi tersebut diwakili sebanyak 50 persen dari keseluruhan pasar, oleh para raksasa teknologi seperti Meta, Google, Amazon, dan setaranya.
Perlombaan investasi di bisnis ini mampu mengembangkan manfaat dari yang mulanya hanya sebagai telegraf, menjadi alat komunikasi pemerintahan, transaksi keuangan, e-mail, panggilan video hingga layanan streaming.
Bahkan, sebuah perusahaan penyedia data telekomunikasi TeleGeography mencatat, jika pergerakan investasi ini masih akan terus mengalami peningkatan pesat hingga 2027, dengan nominal mencapai sebesar 13 miliar dolar AS.
Wakil presiden investasi jaringan Meta, Alex Aime menyebut alasan para raksasa teknologi sangat membutuhkan kabel bawah laut, ialah perkembangan Artificial Intelligence (AI). Menurutnya, perjalanan konektivitas AI tanpa infrastruktur bawah laut hanyalah sebuah gudang semata.
“Sering kali saat memikirkan AI, mereka memikirkan pusat data, komputasi dan data. Namun kenyataannya, tanpa konektivitas yang menghubungkan pusat-pusat data itu, yang ada hanya gudang sangat mahal,” jelas Aime.
Tindakan nyata mulai terlihat dari proyek Watermorth sepanjang 50 ribu kilometer milik Meta yang disebut akan menghubungkan lima benua di dunia. Lalu investasi Google yang berjumlah lebih dari 30 kabel laut, sementara Amazon yang sedang menyiapkan infrastruktur berkapasitas lebih dari 320 terabit per detik. (*)

Redaksi Mitrapost.com






