Mitrapost.com – Sebuah klinik aborsi ilegal di Jakarta Timur yang berhasil diungkap Polda Metro Jaya ternyata sudah beroperasi selama tiga tahun sejak 2022.
Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Edy Suranta Sitepu mengatakan bahwa pihaknya menemukan ada sebanyak 361 orang yang telah menjalani aborsi di klinik tersebut. Hal itu berdasarkan hasil olah data dari handphone admin.
“Kemudian kami melakukan olah data yang ada di handphone-nya admin. Dari olah data tersebut, kami menemukan nama-nama pasien sebanyak 361 pasien,” ujarnya dilansir dari Kompas.
Selama tiga tahun beroperasi, mereka selalu berpindah-pindah tempat dari Bekasi hingga terakhir di Jakarta Timur.
Mereka sengaja menyesuaikan waktu sewa apartemen dengan banyaknya pasien di wilayah tersebut. Biasanya mereka menyewa harian atau mingguan.
“Mereka tempatnya berpindah-pindah, dan biasanya mereka menyewa apartemen, dan itu sewa harian atau mingguan saja. Jadi tidak menyewa apartemen itu dalam jangka waktu yang lama, tetapi mungkin 1-2 hari, tergantung dari banyaknya pasien,” jelasnya.
Selain itu, klinik tersebut ternyata juga melakukan promosi di website. Ada dua website yang dikelola pelaku.
“Modus yang mereka lakukan adalah mereka membuat website, kemudian dihubungkan dengan admin, kemudian di website tersebut, seolah-olah praktik ataupun klinik-klinik tersebut seolah-olah itu berizin dan dikelola oleh seorang dokter yang spesialis, yaitu spesialis obgyn,” jelasnya.
Ketika ada calon pasien yang terhubung lewat website, mereka akan dialihkan untuk berkomunikasi lewat WhatsApp. Calon pasien akan dimintai sejumlah data.
“Ketika sudah terhubung dan akan berencana melakukan aborsi, maka admin akan memberikan persyaratan. Yang pertama memberikan USG, kemudian difoto, dikirimkan ke admin dan kemudian KTP pasien. Kemudian dipelajari. Setelah itu, maka akan diberikan janji, baik itu lokasi, tempat, jam, termasuk juga titik-titik yang akan dilakukan penjemputan,” paparnya.
Dari praktik ini, para tersangka memeperoleh untung hingga Rp2,6 miliar.
“Sedangkan total keuntungan yang telah didapat dari keseluruhan tersangka sampai dengan tahun 2025 sebesar Rp 2.613.700.000 (miliar),” jelasnya.
Untuk sekali aborsi, pasien harus membayar Rp5-8 juta. Uang tersebut kemudian dibagi. NS sebagai dokter mendapatkan Rp1,7 juta untuk satu pasien.
“Kemudian, saudari RH, ini memiliki peran membantu NS dalam melakukan aborsi, mendapatkan hasil sekitar Rp1 juta. Kemudian, saudari M, ini memiliki peran menjemput serta mengantar pasien, baik pada saat penjemputan maupun pada saat dia kembali setelah dilakukan aborsi. Ini juga sudah diproses dan mendapatkan hasil sekitar Rp1 juta,” paparnya.
Kemudian pengelola website mendapatkan bayaran Rp2 juta untuk satu pasien. Penyewa apartemen dan penjemput pasien mendapatkan bayaran Rp200-Rp400 ribu.
“Saudara YH, ini adalah seorang admin, admin yang mengelola, kemudian melihat USG termasuk juga KTP dan membuat janji. Mendapatkan bagian sekitar Rp2 juta,” jelasnya. (*)

Redaksi Mitrapost.com






