Mitrapost.com – Seorang Visiting Researcher di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Profesor Kosuke Heki dari Hokkaido University memberikan suatu pandangan terkait dengan dasar siklus megathrust.
Hal ini menjadi bukti bahwa risiko gempa megathrust tidak luput dari perhatian komunitas ilmiah global, seperti pada pemahaman mengenai pergerakan kerak bumi, tanda awal gempa besar hingga upaya mitigasi bencana.
Melansir dari CNBC Indonesia, Kosuke menyebut gempa besar yang ada di zona Nankai Trough di Jepang Barat Daya bukan lagi dianggap sekadar ancaman lokal, melainkan sebagai sumber pembelajaran global bagi negara rawan megathrust seperti Republik Indonesia (RI).
Menurut Kosuke, pengamatan terhadap deformasi jangka panjang penting dilakukan melalui Global Navigation Satellite System (GNSS) dan pengukuran dasar laut, guna menjadikan potensi gempa besar sebagai perhatian serius, meskipun waktu pastinya sulit diprediksi.
“Kemudian kita dapat melihat bahwa kopling antar-seismik yang saling mengunci terjadi hampir di sumbu palung. Jadi, bahkan di bagian batas besar yang sangat dangkal, terdapat regangan yang terakumulasi untuk gempa berikutnya,” jelas Kosuke, dikutip Kamis (18/12/2025).
Dalam penjelasan Kosuke, Indonesia perlu mendapatkan perhatian atas masalah ini karena memiliki zona subduksi aktif seperti di seputar Pulau Mentawai, Jawa, Bali, Lombok, hingga Maluku.
“Saat ini saya sedang mengerjakan masalah ini di Indonesia,” katanya.
Berdasar pada kombinasi data GNSS di darat maupun teknologi geodesi dasar laut, Kosuke memberi penekanan terkait langkah Pemerintah RI yang bisa mulai dilakukan dengan memetakan akumulasi tegangan yang berpotensi memicu gempa besar di masa depan. (*)

Redaksi Mitrapost.com






