Mitrapost.com – Beberapa waktu lalu, industri perbankan diramaikan oleh dugaan peretasan sistem BI-FAST yang dilakukan melalui aktivitas transfer ilegal di beberapa bank pembangunan darah (BPD), dengan catatan kerugian nasabah mencapai Rp200 miliar.
Dikarenakan dana hasil peretasan tersebut banyak yang dikonversi dalam bentuk mata uang kripto, maka Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae menyebut jika pihaknya menduga hal ini terjadi secara terorganisir hingga di lintas negara.
“OJK menduga bahwa ini adalah organize crime, bukan kejahatan individual. Ini sekarang kejahatannya adalah kejahatan bisa dikatakan terorganisasi,” jelas Dian, dikutip dari Detik Finance pada Kamis (18/12/2025).
Salah satu kesulitan dalam penanganan terkait kasus peretasan ini disebut terjadi ketika pemblokiran dana tidak dapat dilakukan dengan cepat. Pasalnya, seluruh dana telah dikonversi ke mata uang kripto, di mana aktivitasnya dilakukan di bursa-bursa internasional.
“Jadi begitu melalui, begitu ditransfer ke kripto internasional, ke kripto global, ini kemudian kita seperti kehilangan track (jejak),” katanya.
Meski begitu, Dian juga mengaku jika pihaknya telah berhasil berkoordinasi secara langsung bersama dengan Bank Indonesia (BI), terkait dengan pendorongan kolaborasi lembaga lintas negara. Hal ini berdasar pada kondisi yang sama dialami oleh negara lainnya.
“Pemberantasannya tidak bisa dilakukan oleh satu negara seperti kita, tapi juga oleh seluruh negara terkait gitu. Nah itu yang sedang akan kita upaya, itu sudah ada komitmen kita dengan Bank Indonesia untuk melakukan itu,” ucapnya. (*)

Redaksi Mitrapost.com






