Mitrapost.com – Guna mengubah realitas demografis dan geografis wilayah secara permanen, Israel melakukan operasi militer berskala besar dengan bentuk kampanye pembersihan etnis di sekitar Tepi Barat yang didudukinya secara ilegal.
Sejak peluncuran kampanye yang bernama “Operasi Dinding Besi” (Operation Iron Wall) pada Januari 2024 itu, pasukan Israel telah melakukan evakuasi paksa terhadap lebih dari 44.000 warga Palestina, yang terdiri dari gabungan antara warga wilayah Jenin, Tulkarm dan kamp pengungsi Nur Al-Shams.
Melansir dari CNBC Indonesia, operasi yang dilakukan dengan dalih membongkar infrastruktur teroris ini disebut oleh para pejabat lokal, lembaga bantuan, dan penduduk setempat sebagai bagian dari rencana pembuatan kamp pengungsi utama menjadi tidak layak huni.
Hal ini bertujuan untuk menghapus hak kembali (right of return) bagi generasi warga Palestina yang terpaksa mengungsi. Salah satu target yang dihancurkan adalah kamp pengungsi Jenin dan Nur Al-Shams, dengan meratakan gedung-gedung bertingkat dan infrastruktur penting.
Direktur United Nations Relief and Works Agency (UNRWA) untuk Tepi Barat, Roland Friedrich, melaporkan sebanyak 48% dari keseluruhan rumah di Nur Al-Shams dinyatakan hancur. Kemudian, Gubernur Jenin, Abu al-Rub, juga menyebut setidaknya sekitar 800 bangunan rata dengan tanah.
“Ribuan keluarga telah hidup dalam ketidakpastian total selama berbulan-bulan, tersebar di berbagai desa dan kota, dan tidak dapat kembali,” ujar Abu al-Rub, dikutip Selasa (23/12/2025).
Meski begitu, militer Israel masih terus mengeluarkan perintah pembongkaran baru. Selain itu, pihaknya juga memblokir akses bagi warga yang mencoba memprotes dan mengibarkan bendera Israel di dalam kamp. Hal ini dianggap oleh masyarakat sebagai provokasi yang disengaja.
Para pejabat Palestina menyamakan tindakan Israel ini dengan sebuah peristiwa Nakba 1948, di mana pada saat itu lebih dari 750.000 warga Palestina diusir dari tanah air mereka saat pendirian negara Israel. (*)

Redaksi Mitrapost.com






