Film ‘Pengkhianatan G30S/PKI, Tayangan Wajib demi Propaganda Orde Baru

Mitrapost.com – Beberapa saluran televisi nasional maupun swasta beramai-ramai menayangkan film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’.

Film yang diangkat dari peristiwa 30 September 1965 tersebut, disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer, serta diproduseri oleh G Dwipayana. Dilansir melalui beberapa sumber, berikut deretan fakta mengenai film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’.

  1. Menjadi salah satu film termahal

Film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ diproduksi pada tahun 1984. Biaya yang dihabiskan untuk produksi film tersebut mencapai Rp 800 juta. Biaya tersebut terbilang besar, lantaran diproduksi pada tahun 1984. Sehingga membuat film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’, menjadi yang termahal untuk produksi film di Indonesia.

Film tersebut disponsori oleh pemerintahan rezim Orde Baru (Orba) yang dipimpin oleh Presidren ke-2 Republik Indonesia, Soeharto. Film ini diproduksi selama dua tahun, dengan melibatkan ribuan pemain dan kru.

  1. Menjadi tontonan wajib pada masa Orde Baru

Film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ menjadi tontonan wajib pada masa pemerintahan Orde Baru. Stasiun Televisi Republik Indonesia (TVRI) menjadi stasiun televisi yang menayangkan film yang disutradarai Arifin C. Noer itu. Film tersebut ditayangkan setiap tahunnya, pada tanggal 30 September.

Anak-anak di Indonesia mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) diwajibkan menonton film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’.

Film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ kemudian mulai tidak wajib ditonton, memasuki masa Reformasi. Seiring dengan lengsernya Presiden Soeharto.

  1. Film yang menampilkan berbagai adegan kekerasan

Film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ memuat berbagai adegan kekerasan yang tidak layak untuk ditonton, terutama untuk anak-anak.

Beberapa adegan tersebut diantaranya ketika pasukan Tjakrabirawa menembak Jendral Ahmad Yani, wajah dari korban yang disilet oleh Gerwani, dan proses penyiksaan empat pahlawan yang ditangkap hidup-hidup.

  1. Beberapa adegannya tidak sesuai dengan fakta

Meski ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ diklaim sebagai sebuah film sejarah. Akan tetapi, terdapat beberapa adegan yang tidak sesuai dengan kenyatanan.

Salah satunya adalah adegan yang menggambarkan Ketua Umum PKI (Partai Komunis Indonesia), yaitu DN Aidit, sebagai seorang perokok.

Kemudian, film tersebut menggambarkan tentang siksaan yang diterima oleh para Jenderal yang menjadi korban peristiwa G30S. Namun berdasarkan visum et repetum yang dilaporkan oleh sejarawan Ben Anderson, kondisi jenazah korban pada peristiwa tersebut dipenuhi luka tembakan.

  1. Dinilai sebagai film propaganda

Pemeran Soeharto dalam film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ yaitu Amoroso Katamsi, dalam wawancara dengan Tempo.co pada 30 Desember 2012 menjelaskan, film tersebut sengaja dibuat untuk memberi tahu masyarakat peran PKI saat itu.

Amoroso Katamsi juga membenarkan film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ memuat unsur politik di dalamnya. Sebelum diputar, diketahui jika film tersebut diperiksa terlebih dahulu oleh Presiden Soeharto dan sejumlah tokoh militer.

Sang sutradara dan penulis skenario, Arifin C. Noer, juga pernah berkeluh-kesah tentang film garapannya ini. Ia mengaku harus bertarung dengan idealismenya sendiri saat menggarap film Pengkhianatan G30S/PKI.

Hal tersebut sempat diungkapkan sang istri, Jajang C. Noer, yang mengatakan bahwa suaminya rela berkeliling mencari narasumber dari pihak PKI untuk memperkaya referensi, namun hasilnya nihil.

  1. Diperankan oleh Aktor, Dosen, Sastrawan, dan Wartawan

Film ‘Pengkhianatan G30S/PKI’ diperankan oleh beragam profesi. Mulai dari Aktor, Dosen hingga Sastrawan.

Beberapa artis yang memerankan diantaranya ialah Aktor Wawan Wanisar, Umar Kayam yang merupakan dosen Sosiolog di Universitas Gadjah Mada. Hingga Amoroso Katamsi, yang merupakan dokter jiwa di Angkatan Laut, dengan pangkat Letnan kolonel. Serta Syu’bah Asa bin Sanusi, yang merupakan Sastrawan dan Wartawan senior Tempo.

  1. Ditonton hampir 700 ribu pasang mata pada tahun 1984

Saat pemutaran perdana film “Pengkhianatan G30S/PKI’ pada tahun 1984, penontonnya ditaksir menembus angka 699.282. Hal tersebut merupakan rekor terbesar pada saat itu. Angka tersebut tercatat dalam buku ‘Permasalahan Sensor dan Pertanggungjawaban Etika Produksi’ karya M. Sarief Arief, yang terbit pada tahun 1997.

Setelah nyaris tanpa gaduh selama bertahun-tahun, film propaganda ini justru mulai diputar kembali di masa kepemimpinan Presiden Jokowi yang kerap disebut-sebut mewariskan trauma dan ketakutan bagi para keturunan korban pembantaian 1965 – 1966 terhadap para terduga keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI). (*)

 

 

Artikel ini telah tayang di harianhaluan.com dengan judul “7 Fakta ‘Pengkhianatan G30S/PKI’, Film yang Dinilai Sebagai Propaganda Orde Baru (Orba)”.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati