Pati, Mitrapost.com – Nasib nelangsa dialami para seniman di Kabupaten Pati. Larangan kerumunan untuk mencegah penyebaran virus Corona, membuat mereka tidak manggung selama hampir dua tahun ini. Hal ini menjadikan mata pencaharian mereka hilang.
Beberapa diantaranya bahkan terpaksa menjual perabotan rumah tangga, agar dapur keluarganya terus mengepul.
Nasib serupa juga dialami Genjik. Lelaki yang bernama asli Suryanto ini mangaku, sempat menjual kulkas, mesin cuci dan perabotan rumah tangga lainnya untuk menghidupi keluarganya pada awal-awal pendemi Covid-19.
Genjik menceritakan, sebelum pandemi Covid-19 ia sering wira-wiri di panggung hiburan. Berbagai hajatan pernikahan, sunatan, sedekah bumi dan acara lainnya menjadi tempatnya pentas. Mulai bulan Syawal hingga bulan Besar merupakan waktunya untuk panen pementasan.
“Sebelum pandemi ya luar biasa. Losdol. Tiga bulan tanpa henti itu,” kata Genjik.
Ia juga sering menghiasi berbagai layar televisi lokal. Serta menjadi bintang di beberapa program televisi. Pundi-pundi rupiah pun mudah didapatkan. Sekali pentas ia mampu meraup uang Rp2 juta.
Namun, kisah manis itu berakhir pada bulan Maret tahun lalu. Ia terpaksa sementara menghentikan panggung pementasan. Pemerintah melarang pementasan digelar lantaran berpotensi menimbulkan kerumunan.
Ia pun terpaksa menjual berbagai perabotan rumah tangga demi membuat perut keluarganya terisi. Melihat perabotan rumah tangga sudah banyak yang berkurang, Genjik pun memutar otak.
Berbagai pekerjaan pun dilakukannya agar bisa menutupi hutang dan menafkahi keluarga. “Pernah masang kubah masjid, supir trek, tukang batu, tukang parkir. Katanya, masih banyak lagi. Istilahnya kerja serabutan,” tuturnya.
Pekerjaan yang digeluti saat ini ialah tukang parkir di warung kerang yang tak jauh dari rumahnya. Biasanya pukul 17.00-21.00 WIB, ia mulai menarik receh di parkiran. Menggunakan sepeda motor tuanya dia kesana.
“Sudah tujuh bulan menjadi tukang parkir. Biasanya, goyang tangan kanan-kiri dapat saweran. Ini goyang tangan hanya mendapat Rp2 ribu,” ucap ayah dari empat orang anak itu.
Pekerjaan ini dilakukan lantaran tidak ada bantuan dari pemerintah yang didapat Genjik. Ia mengaku pernah diberikan bantuan, tetapi itu dari kepolisian. Itupun hanya beras 10 kilogram.
“Bayangkan hampir dua tahun disuruh berdiam diri tetapi hanya diberikan 10 kg beras. Apa cukup itu untuk hidup,” keluh Genjik dengan nada agak tinggi.
Ia pun berharap kepada pemerintah untuk segera mengizinkan para seniman manggung. Genjik berjanji akan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, sembari menyosialisasikan protokol kesehatan kepada masyarakat. (*)
Wartawan