“Kabupaten Gunung Mas, Pulau Pisau, dan kota Palangka Raya. Nah itu yang dialiri Sungai Kahayan,” imbuhnya.
Apabila penutup hutan di hulu berkurang, maka fungsi daerah tangkapan air (DTA) atau catchment area juga menjadi tidak maksimal.
“Itu mendorong terjadinya banjir, karena daya dukung dan daya tampung DAS menurun. Jadi ketika musim hujan, terjadi banjir,” imbuhnya.
Berdasarkan data Greenpeace, hutan primer di Palangka Raya hilang sekitar jutaan hektare dalam kurun waktu 2001-2020.
Tutupan hutan di sekitar Kahayan yang ada di Palangka Raya juga menurun drastis. Data Greenpeace menunjukkan, tahun 1990 tutupan hutan masih 969.836 hektare. Namun, pada 2020, tutupan hutan menjadi 570.847 hektare.
Perlu diketahui, sejak 1 September 2021 terjadi banjir di Palangka Raya selama 10 hari. Dilanjut mengalir ke Kabupaten Pisau dengan waktu selama 20 hari, yakni sejak 21 Agustus sampai 9 September 2021. (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul “Greenpeace: Proyek Food Estate 700 Hektare di Kalteng Picu Banjir.”