Pati, Mitrapost.com – Hakim Humas Pengadilan Agama (PA) Kelas IA Pati, Sutiyo menyebut, praktek nikah siri di Pati masih marak. Ia menyebut, setiap tahunnya terdapat setidaknya 5-7 pasangan suami istri yang mengikuti pelaksanaan Sidang Itbat Nikah.
PA Pati mencatat, di tahun 2018 terdapat 4 perkara pengajuan sidang Isbat. Pada tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 2 perkara. Kemudian di tahun 2020, terdapat 4 perkara dan di tahun 2021 ada 5 perkara. Belum lagi praktek nikah Siri yang tak mengajukan sidang.
Isbat Nikah sendiri merupakan permohonan pengesahan pernikahan siri yang diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan sahnya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum. Sementara nikah Siri adalah sebuah pernikahan yang tidak didaftarkan ke KUA.
“Tentang Nikah siri jujur saja kami belum pernah melakukan survey tapi kalau melihat isbat nikah di pengadilan agama meski datanya minim 5-7 tapi setidaknya menunjukkan kesadaran hukum masyarakat untuk tunduk pada negara ternyata belum seluruhnya taat pada hukum,” ujar Sutiyo kepada Mitrapost.com saat ditemui di Kantor PA Kelas IA Pati kemarin
Sutiyo menjelaskan, motivasi warga Pati untuk melakukan praktik nikah Siri bermacam-macam. Salah satunya adalah disebabkan karena poligami.
Dijelaskan bahwa, dalam hukum beracara, syarat seorang suami bisa menikah lagi adalah mengajukan permohonan izin poligami kepada istri melalui sidang ke pengadilan. Namun cara ini dianggap rumit dan sulit dikabulkan, sehingga mengambil jalan singkat, para suami lebih memilih untuk menikah Siri.
Pernikahan Siri di Pati juga dipicu dengan adanya fenomena pernikahan dini. Dijelaskan bahwa batas usia minimal bagi laki-laki dan wanita untuk menikah ialah 19 tahun. Dibawah usia tersebut, harus mengajukan dispensasi pernikahan melalui persidangan di pengadilan. Sedangkan masyarakat yang enggan mengajukan dispensasi lebih memilih menikah secara Sirri.
“Ada juga pasangan muda. Ada yang belum paham yang belum paham nikah harus 19 tahun. Mengajukan di KUA ditolak. Tidak disidangkan minta dispensasi akhirnya di nikahkan Siri,” tambah Sutiyo.
Sutiyo menegaskan, pernikahan secara Siri meski sah di mata agama dan mendapat ancaman pidana, di sisi lain model pernikahan tersebut mengandung risiko besar, khususnya bagi wanita dan anak. (*)
Wartawan Area Kabupaten Pati