“BMKG memberikan imbauan kpd masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya potensi cuaca ekstrem tersebut serta dampak yang dapat ditimbulkan berupa bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, banjir bandang, genangan, jalan licin, pohon tumbang, dll,” ujar BMKG.
BMKG mengungkapkan bahwa hujan es terjadi karena dipicu adanya konvektivitas di atmosfer. Hujan es dapat terbentuk dari awan Comulonimbus dan keluar menjadi fenomena hujan es.
“Fenomena hujan es dapat terjadi karena dipicu oleh adanya pola konvektivitas di atmosfer dalam skala lokal-regional yang signifikan. Hujan es dapat terbentuk dari sistem awan Cumulonimbus (Cb) yang umumnya memiliki dimensi menjulang tinggi yang menandakan bahwa adanya kondisi labilitas udara signifikan dalam sistem awan tersebut sehingga dapat membentuk butiran es di awan dengan ukuran yang cukup besar,” tutur BMKG.
“Besarnya dimensi butiran es dan kuatnya aliran udara turun dalam sistem awan CB dapat menyebabkan butiran es dengan ukuran yang cukup besar yang terbentuk di puncak awan Cb tersebut turun ke dasar awan hingga keluar dari awan dan menjadi fenomena hujan es,” tambah BMKG. (*)