Tentu hal ini dapat memicu konflik antar peserta. Lebih lanjut, pegiat anti korupsi tersebut juga mengatakan Pemilu yang mengeluarkan biaya mahal akan identik dengan tingginya tingkat korupsi di sebuah negara. Modal yang dikeluarkan mahal tentu membuat yang terpilih berusaha mengembalikan modanya.
“Oleh karena orientasinya adalah meraih suara sebanyak-banyaknya, maka berbagai intrik dilakukan termasuk melakukan praktik politik uang (money politics). Maka banyak riset menyatakan bahwa politik uang di Indonesia sangatlah tinggi,” ujarnya.
“Persoalan turunan yang ditimbulkan oleh sistem pemilu berbiaya mahal ini telah dirasakan selama ini dan hingga saat ini, persoalannya semakin akut, korupsi politik dan politik uang semakin merongrong institusi demokrasi,” kata Oce Madril.
Walaupun begitu, sistem proporsional tertutup mempunyai pekerjaan rumah jika diterapkan. Mulai dari masalah demokratis hingga rekrutmen politik.
“Oleh karena itu, apabila nanti Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa sistem proporsional tertutup (nyoblos partai) kembali diterapkan, maka Partai-partai harus memberikan jaminan bahwa rekrutmen Caleg dilakukan berdasarkan merit system dengan mengajukan kader-kader berkualitas, tidak hanya berdasarkan popularitas semata,” kata Oce Madril. (*)