Pati, Mitrapost.com – Pemerintah makin tegas menertibkan pengusaha barang bekas atau thrift. Baru-baru ini, perusahaan e-commerce atau marketplace diminta untuk menutup toko yang menjual baju impor.
Tak hanya itu, para pedagang juga bisa terancam sanksi denda sebesar Rp5 miliar dan penjara maksimal lima tahun atas perbuatannya.
Kebijakan ini disesalkan banyak pihak, tak terkecuali anggota Legislatif dari Kabupaten Pati. M Nur Sukarno. Anggota dewan dari Komisi B beranggapan bahwa bisnis pakaian bekas harusnya tidak sah-sah saja.
Larangan penjualan pakaian bekas dikhawatirkan akan membuat gejolak di sisi UMKM.
Politisi dari Partai Golkar tersebut mengurai, akar dari larangan penjualan baju bekas tersebut adalah kekhawatiran masuknya virus atau bakteri dari luar negeri ke Indonesia melalui baju bekas impor.
Yang dilakukan pemerintah seharusnya adalah menyeleksi pakaian yang masuk, bukan melarang penjualnya.
“Langkah yang harus dilakukan untuk menyeleksi pakaian layak adalah pengawasan yang ketat sehingga tidak terjadi pelanggaran lagi,” ujar Sukarno kepada Mitrapost.com.
Untuk diketahui, sanksi perdagangan baju thrifting diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.
Dalam Pasal 47 disebutkan, setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru. Impor barang bekas hanya bisa dilakukan dalam hal tertentu, yang ditetapkan oleh menteri. Soal sanksi diatur dalam Pasal 111 UU tersebut. (adv)
Wartawan Area Kabupaten Pati