Pati, Mitrapost.com – Harga tanaman sembung di Kabupaten Pati anjlok hingga di harga Rp9.000 per kilogram. Sebelumnya, harga tanaman sembung ini sempat menyentuh di harga Rp19.000 per kilogram.
Harga ini sangat dikeluhkan oleh warga kabupaten yang berjuluk Bumi Mina Tani yang kesehariannya berprofesi sebagai petani tanaman sembung. Mereka berhenti melakukan aktivitss budidaya tanaman herbal tersebut.
Sebagai informasi, sejak 2021 harga sembung terus mengalami penurunan. Pada 2022 harga menurun dari Rp19.000 per kilogram menjadi Rp17.000 per kilogram. Pada akhir 2022, harga tanaman sembung turun lagi menjadi Rp12.000 per kilogram. Dan pada tahun ini harganya hanya Rp9.000 per kilogram.
Menurut Ketua Kelompok Tani (Poktan) Tani Mulya Mandiri, Sunyoto, anjloknya harga tanaman sembung mengakibatkan warga Desa Sidomulyo, Kecamatan Gununung yang budidaya mengalami rugi. Bahkan tanaman sembung yang mereka budidaya tidak bisa terjual ke PT Sidomuncul sejak 2022. Pasalnya, pihak perusahan lebih memilih produk sembung yang harganya lebih murah.
“Pada tahun 2021 harganya Rp19 ribu. Namun, seiring berjalannya waktu ada pihak penjual yang mematok harga sembung dengan nilai Rp9 ribu. Sehingga pihak PT lebih melirik penjual tersebut. Alhasil sembung kami tidak laku,” ucapnya belum lama ini.
Sunyoto menceritakan, pihak perusahaan sudah ajukan tawaran untuk membeli Rp12.000 per kilogram. Namun, dirinya dan teman-temannya tak mau. Sebab, mereka rugi bila hanya menjual dengan harga segitu.
“Secara MoU dengan kami pihak perusahaan Rp19 ribu per kilogram. Dalam sekali pengambilan tiga kuintal atau 300 kilogram. Namun, perusahaan kemarin mau menawar dengan Rp12 ribu, tetapi kami tidak mau. Apabila sana (perusahaan) menawar, mbok ya jangan keterlaluan, kalau tawar-menawar kami maunya Rp15 ribu per kilogram,” imbuhnya.
Kondisi yang demikian membuatnya vacuum membudidayakan sembung selama dua tahun. Situasi tersebut ditengarai adanya permainan harga yang tidak adil, sehingga sembung milik kelompoknya tidak laku dengan harga yang rendah.
Ia menambahkan, pihak penjual sembung dengan harga murah itu bukan dari kalangan petani, tetapi dari kalangan tengkulak. Ia menyangkal permainan harga tengkulak sengaja dilakukan untuk merampas kesejahteraan petani sembung.
“Kami sudah tidak menanam selama dua tahun, tapi bibitnya masih ada. Kami tak mengirimkan ke PT karena ada penjual sembung yang berani jual dengan murah. Mereka ini dari tengkulak tertentu yang sengaja mengancurkan harga di level petani,” tuturnya.
Lebih lanjut, Sunyoto berharap harga sembung kembali naik agar pihaknya dapat mendapat keuntungan. Dan perusahaan melirik komoditas tanaman herbal lain selain sembung.
“Saya berharap harganya stabil dan sembung kami terjual lagi. Ditambah, kalau bisa tanaman lain kami seperti jahe, kunyit dan lain-lain dilirik juga,” paparnya. (Emka)

Wartawan Mitrapost.com