Mitrapost.com – Masyarakat Jawa terkenal dengan tradisi nenek moyang yang masih dipegang dengan erat secara turun-temurun hingga saat ini. Mereka juga sering melakukan perayaan dan acara tradisi yang rutin dilakukan untuk memperingati siklus utama dalam kehidupan, yakni kelahiran, perkawinan dan kematian.
Kelahiran merupakan momen saat manusia (yang saat itu masih berupa bayi) keluar dari alam kandungan dan menuju alam dunia. Perayaan hari kelahiran disebut sebagai ungkapan rasa syukur telah dilahirkan, serta sebagai harapan hidup di jalan yang benar untuk ke depannya.
Sementara itu, perkawinan diperingati secara sakral karena merupakan momen penyatuan dua manusia untuk kemudian melanjutkan hidup sebagai keluarga dalam rumah tangga dan melanjutkan keturunan. Kemudian, siklus terakhir manusia adalah kematian dimana jiwa manusia akan kembali kepada-Nya, dan raga akan kembali menjadi tanah.
Dikutip dari Detik yang menukil penjelasan buku Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa karya KH Muhammad Sholikhin, daftar upacara adat Jawa Tengah yang berkaitan dengan kelahiran, perkawinan, dan kematian.
Perayaan berkaitan kelahiran
Ngupati atau Ngapati, yakni perayaan yang dilaksanakan saat kehamilan mencapai usia 120 hari atau 4 bulan.
Nglimani, yakni perayaan yang dilaksanakan saat kehamilan (pertama) mencapai usia 5 bulan.
Mitoni atau Tingkeban dilakukan saat kehamilan mencapai usia 7 bulan.
Nyangani meupakan upacara saat kehamilan (pertama) mencapai usia 9 bulan.
Brokohan merupakan acara selamatan kelahiran bayi, dilaksanakan saat bayi itu lahir.
Sepasaran adalah acara selamatan hari kelima kelahiran bayi, pemberian nama dan aqiqah. Biasanya disertai kenduri dan bancakan.
Puputan adalah acara selamatan setelah sisa tali pusar lepas atau jatuh.
Selapanan dilakukan pada hari ke-35 dari kelahiran bayi. Selapanan juga dikenal sebagai hari memperbagus fisik sang bayi, biasanya disertai kenduri dan bancakan.
Tedhak Siti, yakni selamatan anak usia 7 lapan (7 x 35 hari). Selamatan ini ditujukan untuk mendoakan agar anak kelak bersifat jujur, ahli ibadah, senang kepada ilmu, dermawan, dan punya etos kerja tinggi.
Setahunan, yakni acara selamatan ketika usia anak sudah 1 tahun.
Perayaan berkaitan perkawinan
Kumbakarnan merupakan selamatan setelah pertemuan untuk mendiskusikan segala hal yang akan dilaksanakan terkait dengan upacara pernikahan. Umumnya dilaksanakan pada 7 hari sebelum acara, bertempat di rumah yang punya hajat.
Pasang Tarub adalah acara yang dilaksanakan pada malam 2 atau 1 hari sebelum acara untuk mempersiapkan tempat acara.
Midadareni disebut sebagai ritual dan selamatan di malam sebelum acara, sekaligus pelaksanaan tebusan kembar mayang. Calon pengantin lelaki ‘nyantri’ di rumah calon istri (tradisi warisan Nabi Musa di rumah mertuanya, Nabi Syu’aib). Setelah penebusan kembar mayang, diadakan selamatan majemukan, mendoakan keselamatan dan kelancaran acara pernikahan.
Selamatan Walimahan merupakan selamatan yang dilaksanakan pada sesaat setelah ijab kabul.
Sepasaran Manten merupakan selamatan yang dilaksanakan pada hari kelima seusai ijab kabul.
Acara adat berkaitan kematian
Surtanah adalah ritual setelah mayat dikebumikan agar ruhnya mendapat tempat yang baik di sisi Allah.
Nelung Dina merupakan acara di hari ketiga dari hari kematian untuk memohonkan ampunan kepada Allah agar memperoleh jalan yang terang menuju-Nya.
Mitung Dina merupakan acara doa hari ketujuh dari hari kematian untuk memohon agar mendapat jalan terang menuju Allah. Mitung dina juga bermakna menyempurnakan kulit, rambut, dan kuku jenazah.
Matang Puluhan, yakni acara di hari ke-40 setelah hari kematian. Biasanya disertai dengan khataman Al Qur’an. Tujuan acara ini mendoakan agar ruh dari orang yang meninggal agar dapat diterima Allah.
Nyatus Dina merupakan acara di hari ke-100 setelah hari kematian. Tujuannya sama dengan Matang Puluhan dan juga untuk menyempurnakan yang bersifat jasmani.
Mendhak Pisan, yakni peringatan 1 tahun pertama setelah hari kematian. Tujuannya memintakan ampunan bagi ruh orang yang meninggal. Juga bermakna menyempurnakan semua anasir fisik selain tulang.
Mendhak Pindho, yakni peringatan 2 tahun pertama setelah hari kematian. Tujuannya memintakan ampunan bagi ruh orang yang meninggal, juga bermakna menyempurnakan anasir rasa dan bau menjadi lenyap.
Nyewu Dina adalah purna upacara bagi orang yang sudah meninggal, yaitu pada hari ke-1000 setelah kematiannya. (*)
Redaksi Mitrapost.com