Mitrapost.com – Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan alias Zulhas menanggapi pernyataan ahli hukum tata negara, Mahfud MD, yang pesimis Indonesia Emas tak akan terlaksana.
Menurutnya, tokoh bangsa seharusnya menyampaikan ke masyarakat tentang optimisme sehingga Indonesia Emas dapat terlaksana.
“Saya baca kemarin, mengatakan enggak mungkin kita menjadi negara maju karena jembatannya sudah putus, saya kira rasa optimistis penting apalagi disampaikan oleh para pemimpin,” kata Zulhas dalam sambutannya di Kantor DPP PAN, Sabtu (29/6/2024).
Zulhas mengatakan presiden terpilih Prabowo Subianto membutuhkan dukungan rakyat Indoneisa dan tokoh bangsa untuk meraih gagasannya.
“Kalau tidak bisa bantu doa, paling tidak jangan memutus harapan,” ucap Zulhas.
“Saya mengajak seluruh rakyat Indonesia move on bahwa proses politik sudah selesai, saatnya kita bersatu kembali, apakah pendukung 01, 02, 03,” sambungnya.
Dia mengungkapkan kunci negara maju ialah kerjasama seluruh masyarakat, karena dahulu saat Indoneisa dijajah Belanda, kelemahan kita karena terpecah belah dan tak bekerja sama.
“Salah satu sebab karena penjajah atau orang lain mampu memecah belah kita,” tukas Zulhas.
“Mudah-mudahan itu menjadi pelajaran penting, setelah pilpres ini kita bisa bersama-sama bersatu kembali untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka, yang tahun 2045 nanti mencapai 100 tahun, menjadikan Indonesia negara maju,” tutup Zulhas.
Sebagai informasi, Mahfud mengatakan bahwa demokrasi dan hukum jika tak ditegakkan dengan seimbang akan sulit mewujudkan Indonesia emas.
“Jangan mimpi Indonesia Emas, jembatan emasnya pun sudah dicuri,” kata Mahfud.
Dia juga merinci ciri-ciri pemerintahan otoriter yang belakangan mulai terlihat, adalah lembaga eksekutig yang mencampuri lembaga legislatif dalam pembuatan beleid. Terlihat dari banyaknya RUU yang memicu polemik.
Mantan Menko Polhukam tersebut menyebutkan bahwa DPR RI terlihat seperti tukang stemple dari eksekutif. Kemudian, dia menerangkan demokrasi tanpa hukum sama dengan anarki, sementara hukum tanpa demokrasi menyebabkan kesewenang-wenangan.
“Itu hukum dibuat sesukanya. Tidak pakai demokrasi, tidak pakai aspirasi, menimbulkan kesewenang-wenangan. Oleh sebab itu, paling sering saya katakan, enggak bisa kita bicarakan demokrasi, tapi kita juga harus bicara hukum,” kata Mahfud. (*)
Redaksi Mitrapost.com