Semarang, Mitrapost.com – Pemilihan gubernur (Pilgub) Jawa Tengah diwarnai dengan persaingan sengit mega Bintang antara eks Panglima TNI Andika Perkasa dengan eks Kapolda Ahmad Luthfi.
Pilkada ini dinilai menjadi pertaruhan PDIP bahwa Jawa Tengah dikenal sebagai kendang banteng.
Dilansir dari Detik News, Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menyebut pasangan calon Ahmad Luthfi dan Taj Yasin mempunyai keunggulan.
“PDIP selalu berjaya (di Jateng), tetapi kali ini PDIP patut untuk mengantisipasi situasi terburuk. Faktanya PDIP memang memiliki golden ticket untuk maju sendirian, tetapi semua partai terkonsolidasi di satu nama yaitu Pak Luthfi, dan yang menjadi catatan lebih dari sisi postur dukungan politik Pak Luthfi mengantongi praktis sekitar 75 persen kekuatan politik dan itu angka yang tidak kecil,” kata Umam.
Ia menyampaikan elektabilitas Luthfi-Taj Yasin lebih tinggi daripada lawannya yang muncul pada menit terakhir.
Umam juga menilai pasangan Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi sama-sama berasal dari nasionalis.
“Itu komposisi nasionalis santri (Luthfi-Gus Yasin), sementara posisi dari Pak Andika dengan Mas Hendi. Mas Hendi, itu termasuk yang cukup patut diapresiasi, dia bisa maju di Pilkada Semarang sampai mengkonsolidasikan kotak kosong. Itu bagian dari prestasi dia, artinya dia bisa merangkul semua, tapi artinya komposisi Pak Andika dan juga Pak Hendi itu diceruk basis pemilih loyal yang sama yaitu PDIP,” kata Umam.
“Sementara kalau misal mau menang (Andika-Hendi), maka advancement di level segmen nonnasionalis juga harus diperkuat. Nah, Pak Luthfi itu punya bekal yang itu. Dia dari segmen kelompok nasionalis dari teman-teman partai-partai nasionalis, dari sisi yang lain juga segmen kekuatan santri juga dipegang representasinya PKB itu. Di sana (PKB) 20 kursi itu di Jawa Tengah, di saat yang sama, Gus Yasin juga dia mantan wakil gubernur satu periode dan dia putra dari almarhum Mbah Maimoen Zubair,” imbuh dia.
Menurut Umam, jaringan Taj Yasin berbasis santri tersenar di Pantura seperti Demak, Kudus, Pati, Rembang, dan Jepara.
“Nah, ini yang kemudian harus diantisipasi, jangan sampai kalau misal tidak diantisipasi nanti ada yang kaget karena kalau misal komposisinya begini, ada potensi Pak Luthfi berpotensi mendekati titik kemenangan lebih besar,” urainya.
“Kalau kita bicara Jawa Tengah salah satu yang cukup influence itu adalah tentu Nahdlatul Ulama (NU). Di mana posisi Nahdlatul Ulama? Per hari ini tampaknya posisinya di belakang Pak Luthfi. Dalam konteks infrastruktur pemenangan baik infrastruktur politik dan infrastruktur nonpolitik tampaknya kali ini Pak Luthfi dan Gus Yasin lebih siap dibanding dengan Pak Andika dan Mas Hendi,” ujarnya.
Walaupun begitu, PDI Perjuangan mempunyai loyalitas yang kuat di Jawa Tengah. Alhasil perang Bintang ini menjadi pertaruhan PDIP.
“Ya, tapi kita lihat saja seberapa efektif dan disiplin mesin politik itu bekerja. Karena di sebelumnya itu PDIP cukup solid, dulu dia menguasai 28 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah dan itu angka dominasi yang sangat signifikan, dan menegaskan sekali lagi ini memang kandang banteng, tapi kalau misal kemudian PDIP kali ini enggak bersiap dan tidak bisa mengantisipasi dinamika tadi, jangan sampai nanti ada yang kaget di mana Pilkada 2024 menjadi titik awal kekalahan PDIP di kandangnya sendiri. Wallahualam,” kata dia. (*)
Redaksi Mitrapost.com