Pasca Kritik dari Greenpeace, KLH Bakal Tindaklanjuti Keberadaan Tambang Nikel di Raja Ampat

Mitrapost.comPasca kritik yang disampaikan Greenpeace, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) bakal menindaklanjuti laporan adanya tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat.

“Sementara hanya bisa menanggapi sedikit karena Deputi Gakkum juga sudah menindaklanjuti,” kata Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup, Rosa Vivien Ratnawati dilansir dari Tempo.

Ia menyebut jika langkah penegakan hukum bisa saja diambil, karena kini Deputi Bidang Penegakan Hukum (Gakkum) KLH sedang melakukan pengembangan. Namun ia meminta hal itu dikonfirmasi ke Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap tambang nikel di Raja Ampat.

Para pemilik perusahaan tambang, jelasnya, akan segera dipanggil dalam waktu dekat.

“Saya akan panggil pemilik izinnya, mau BUMN atau swasta, saya akan coba lakukan evaluasi,” katanya.

Usulan pembangunan smelter di Raja Ampat juga akan dikaji. Menurutnya memerlukan kajian analisis dampak lingkungan yang mendalam.

“Di Papua, seperti halnya di Aceh, ada otonomi khusus. Jadi perlakuannya pun juga khusus,” ujarnya.

Sebelumnya, aktivis Greenpeace Indonesia menyampaikan kritik atas keberadaan tambang nikel di Raja Ampat saat acara Indonesia Critical Minerals Conference & Expo di Hotel Pullman beberapa waktu lalu.

Kepala Kampanye Hutan Greenpeace Global untuk Indonesia Kiki Taufik mengatakan bahwa aktivitas tambang bisa menyebabkan kerusakan lingkungan di Raja Ampat.

Bahkan sejumlah daerah sudah mengalaminya seperti misalnya di Halmahera, Wawonii, dan Kabaena.

“Saat ini sudah ada lima pulau yang mulai dieksploitasi. Padahal, wilayah ini adalah kawasan geopark global dan destinasi wisata bawah laut terpopuler. Sekitar 75 persen terumbu karang terbaik dunia berada di Raja Ampat, dan sekarang mulai dirusak,” ujarnya.

Bahkan Greenpeace menemukan aktivitas tambang di pulau kecil yang seharusnya tak boleh ditambang berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Diantaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran.

Akibatnya terjadi kerusakan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami. Selain itu, limpasan tanah yang mengalir ke pesisir menyebabkan sedimentasi yang mengancam terumbu karang serta ekosistem laut di sana.

Pulau lain yang terancam mengalami hal serupa yaitu Pulau Batang Pele dan Manyaifun.

“Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan dan mencabut seluruh izin konsesi pertambangan di Raja Ampat, khususnya di lima pulau yang saat ini terancam,” jelasnya. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati