Mitrapost.com – Anggota Komisi I DPR RI, Oleh Soleh, menyarankan larangan memiliki akun ganda (Second Account) media sosial agar dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Hal ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan sejumlah platform digital besar seperti Google, YouTube, Meta dan TikTok.
Menurut Oleh, usulan ini tidak hanya berlaku bagi pengguna individu tapi juga mencakup Perusahaan dan lembaga. Dirinya mengungkapkan bahwa kepemilikan akun ganda di media sosial sering kali disalahgunakan.
Salah satu bentuk penyalahgunaan yang paling ramai adalah adanya buzzer yang mengelola ratusan hingga ribuan akun palsu. Praktik semacam ini tidak membawa manfaat, tetapi justru menjadi ancaman bagi ekosisistem digital dan kehidupan sosial di masyarakat. Oleh menyebut langkah ini merupakan satu-satunya cara untuk menekankan penyebaran konten ilegal dan manipulatif.
Lalu, apakah bahaya penggunaan Secound Account bagi generasi muda?
Bahaya Menggunakan Seccond Account
Menurut survey dari salah satu majalah di Indonesia, bahwa sebanyak 46% remaja memiliki second account pada media sosial, utamanya Instagram. Survei ini melibatkan sekitar 300 responden yang diambil secara acak. Hal ini menjadi sorotan bagi Psikolog Universitas Dian Nuswantoro (Udinus), Damar Anggiafitri Yulissusanti, SPsi, MPsi, Psikolog.
Kurangnya kepercayaan diri generasi muda menjadi salah satu dampak yang ditimbulkan dari second account. Hal ini terjadi karena rasa nyaman menutup jati diri yang sebenarnya yang berakibat membandingan diri sendiri dengan orang lain.
Seseorang dapat mudah merasa depresi dan takut tertinggal trend atau Fear of Missing Out (FOMO) ketika membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain. Perilaku ini semakin memperparah kestabilan mental seseorang dalam menggunakan media sosial.
Bahaya Curhat di Media Sosial
Second account sering kali dijadikan sebagai pelarian bagi seseorang yang sedang mengalami hal-hal buruk untuk mencurahkan isi hatinya. Umumnya, mereka dengan terang-terangan membeberkan kehidupan pribadinya untuk sekedar merilis perasaan atau mendapatkan perhatian yang belum ia dapatkan dalam kehidupan nyata.
Menurut Damar, terlalu sering curhat di media sosial tidak selalu mendapat respon positif. Hal ini justru harusnya perlu ditangani lebih lanjut. Dengan adanya komen atau Direct Massage (DM), seseorang merasa ada yang mendengar. Namun untuk jangka panjang, ia menyarankan agar cerita tentang permasalahan pribadi dilakukan dengan teman dekat atau ke tenaga professional untuk dapat dibantu dan didengarkan secara nyata. (*)

Redaksi Mitrapost.com