Pati, Mitrapost.com – Kebijakan lima hari sekolah yang sempat diterapkan Pemkab Pati menuai sorotan tajam dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pati. Wakil Ketua PCNU, Umar Farouq menyebut, aturan tersebut lahir tanpa kajian matang sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Harusnya kan jelas. Lima hari sekolah itu boleh, enam hari sekolah juga boleh. Sama-sama sah dilindungi undang-undang. Tapi syaratnya harus dipenuhi. Tenaga pendidik cukup, sarana prasarana memadai, ada dialog dengan tokoh dan komite sekolah. Kalau itu dilakukan, tidak akan ada penolakan. Faktanya, Pemkab kurang cermat, akhirnya gaduh,” ujarnya, Kamis (28/8/2025).
Menurutnya, implementasi di lapangan menunjukkan banyak persoalan yang diabaikan Pemkab. Misalnya, sekolah yang tidak memiliki masjid sehingga siswa kesulitan saat salat Jumat. Atau siswa SMP yang pulang molor hingga mengganggu aktivitas mereka di masyarakat.
“Bupati baru sadar setelah fakta itu muncul. Beliau tanya ke Dinas Pendidikan, ternyata memang ada yang terganggu. Dinas juga mengaku kurang melaporkan ke Bupati. Akhirnya kebijakan itu dicabut,” bebernya.
Umar menyayangkan paradigma Pemkab Pati yang terlalu menyamakan guru dengan pekerja biasa. Padahal guru itu pendidik.
“Paradigma Bupati itu guru dianggap pekerja. Jadi jam kerja mengacu lima hari kerja. Padahal guru itu pendidik, bukan sekadar pegawai. Kalau dipaksakan lima hari, potensi negatif bagi peserta didik di hari Sabtu itu luar biasa besar,” kritiknya.
PCNU menegaskan, persoalan ini menjadi pelajaran agar setiap kebijakan pendidikan tidak asal ambil keputusan tanpa kajian mendalam.
“Kalau kajian matang, libatkan tokoh masyarakat, tentu tidak akan muncul kegaduhan seperti kemarin,” paparnya. (*)

Wartawan Mitrapost.com