Mitrapost.com – Seorang Ekonom Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto menilai pergerakan nilai tukar rupiah masih memiliki ruang pelemahan. Hal tersebut disebut karena adanya faktor global dan sedikit dampak negatif dari demo di Jakarta.
Melansir dari Liputan6, tepat pada Jumat (29/08/2025) bersamaan dengan adanya kericuhan akibat dari aksi demo di sekitar kompleks Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terpantau melemah dari Rp16.353 per dolar AS menjadi Rp16.354 per dolar AS.
Bentrokan massa dan aparat yang terjadi di sejumlah titik hingga kabar duka dari seorang pengemudi ojek online (ojol) yang tewas terlindas kendaraan taktis (rantis) milik brigade mobil (brimob) berhasil menimbulkan sentimen negatif pasar global.
Dari kericuhan tersebut, terlihat fakta laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang langsung bergerak di zona merah di posisi 7.899,88 dari penutupan perdagangan sebelumnya di posisi 7.952,08.
Terkait hal ini, Penggiat Pasar Modal Indonesia, Reydi Octa mengatakan IHSG berpotensi menghadapi tekanan di tengah-tengah antara ketidakpastian global dan dinamika politik dalam negeri.
Lebih lanjut, lemahnya nilai tukar rupiah selain karena faktor domestik yang cukup kuat, juga dipengaruhi Indeks dolar AS yang terus menguat dalam kurun waktu empat hari terakhir hingga berada di atas level 98.
Fenomena tingginya inflasi di AS ini membuat kekhawatiran pasar bahwa nantinya The Federal Reserve akan menunda pemangkasan suku bunga yang menimbulkan kewaspadaan investor terhadap arah pasar.
Mengenai hal tersebut, Reydi menyarankan kepada investor untuk bersikap wait and see di tengah kondisi saat ini.
Sebagai penenang, dirinya menyebut sektor defensif seperti consumer staples dan telekomunikasi tetap menarik dicermati apabila gejolak politik dan aksi massa masih terus berlanjut. (*)

Redaksi Mitrapost.com