Pati, Mitrapost.com – Dunia pers di Kabupaten Pati bergejolak. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pati mengecam keras tindakan kekerasan yang dialami wartawan saat meliput rapat Pansus Hak Angket DPRD Pati, Kamis (4/9/2025). Aksi itu disebut sebagai bentuk premanisme yang mencederai kebebasan pers.
Ketua PWI Pati, Much Noor Effendi, menegaskan insiden tersebut membuat wartawan tidak bisa menjalankan tugas jurnalistik dengan optimal.
“Aksi kekerasan ala preman itu sangat disayangkan. Wartawan berhak mencari dan mendapatkan informasi, bukan dihalangi dengan cara-cara brutal,” tegasnya.
Dalam pernyataannya, PWI Pati menyampaikan enam sikap resmi:
1. Mengutuk keras aksi kekerasan yang dilakukan oknum pengiring Ketua Dewas RSUD Soewondo, Torang Manurung, terhadap wartawan di DPRD Pati.
2. Menegaskan bahwa segala bentuk kekerasan tidak dibenarkan secara hukum.
3. Menyatakan aksi itu mencederai kemerdekaan pers sebagaimana dijamin UU No. 40 Tahun 1999.
4. Menyebut tindakan yang menghalangi wartawan memperoleh informasi adalah perbuatan pidana.
5. Menuntut pelaku dan Ketua Dewas RSUD Soewondo meminta maaf secara terbuka.
6. Bersama IJTI Muria Raya, akan menempuh jalur hukum atas peristiwa tersebut.
Insiden bermula ketika Ketua Dewas RSUD Soewondo, Torang Manurung, memutuskan walk out dari rapat pansus yang tengah membahas dugaan penyimpangan kebijakan Bupati Pati Sudewo di rumah sakit tersebut.
Insiden tersebut membuat sejumlah wartawan berusaha meminta klarifikasi dari yang bersangkutan. Namun, di pintu lobi gedung DPRD, wartawan justru mendapat perlakuan kasar dari oknum pengiring Manurung. Bahkan, seorang jurnalis perempuan sempat ditarik dan dibanting sampai jatuh tersungkur.
PWI Pati menilai insiden ini bukan sekadar persoalan etika, tetapi sudah masuk ke ranah hukum.
“Ini ancaman serius terhadap kemerdekaan pers dan hak publik untuk tahu. Kalau tidak ada iktikad baik berupa permintaan maaf, kami siap melaporkan kasus ini,” paparnya. (*)

Wartawan Mitrapost.com






