Mitrapost.com – Shalawat Badar merupakan salah satu lantunan shalawat yang paling sering terdengar dalam perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, khususnya di lingkungan pesantren dan majelis taklim.
Mengutip dari NU Online, Shalawat ini diciptakan oleh KH Ali Manshur, seorang ulama asal Pondok Pesantren Darat, Semarang, pada tahun 1960-an.
Awalnya beliau menggubah shalawat ini sebagai bentuk doa dan penguat semangat umat Islam di tengah situasi politik yang penuh ketegangan.
Pada masa itu, bangsa Indonesia menghadapi ancaman ideologi komunis yang cukup kuat, sehingga Shalawat Badar menjadi sarana spiritual untuk mengokohkan keimanan dan persatuan.
Nama “Badar” yang melekat pada shalawat ini merujuk pada Perang Badar, pertempuran pertama dalam sejarah Islam yang dimenangkan oleh kaum Muslimin meski jumlah pasukannya jauh lebih sedikit.
Semangat kemenangan dalam Perang Badar inilah yang ingin ditanamkan KH Ali Manshur melalui syair shalawatnya, sehingga umat Islam senantiasa tegar menghadapi tantangan zaman.
Seiring waktu, Shalawat Badar tidak lagi hanya dimaknai sebagai simbol perlawanan, tetapi juga menjadi media dakwah dan sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Lantunan ini banyak dikumandangkan dalam berbagai acara keagamaan mulai dari peringatan Maulid Nabi, haul ulama, hingga kegiatan rutin di pesantren.
Keunikan Shalawat Badar terletak pada syairnya yang penuh doa dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW, sekaligus harapan akan keselamatan bangsa. Hal ini membuatnya tidak hanya menjadi warisan spiritual, tetapi juga bagian dari identitas budaya keislaman di Indonesia.
Kini, Shalawat Badar telah melampaui batas pesantren dan merasuk ke ruang-ruang publik. Dari siaran televisi, media sosial, hingga pertunjukan seni Islami, shalawat ini terus diwariskan lintas generasi.
Popularitasnya membuktikan bahwa syair yang lahir dari semangat perjuangan dapat tetap relevan sebagai peneguh iman dan penyemai kedamaian. (*)

Redaksi Mitrapost.com