Mitrapost.com – Hasil panen Pisang Silane (Cavendish) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Pisang Ambon Putih baru-baru terungkap digunakan sebagai alat untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) oleh sejumlah warga Desa Bringinan, Kecamatan Jambon, Ponorogo, Jawa Timur.
Setidaknya, sudah terdapat sekitar 3.000 bibit pohon Pisang Canvendish yang diberikan dari pemerintah Desa Bringinan kepada warga, untuk hasil panennya digunakan sebagai ganti pembayaran PBB dengan syarat harus dalam kondisi bagus agar laku dijual di pasaran.
Melansir dari Kompas, model pembayarannya dilakukan dengan membawa hasil panen dari bibit Pisang Cavendish yang biasanya ditanam di pekarangan rumah warga ke balai desa setempat.
Pisang yang telah dipetik dan disetorkan ke balai desa kemudian ditimbang oleh pemungut pajak atau perangkat desa setempat untuk dibantu dijualkan ke pasar maupun ke pengepul. Dari hasil penjualan inilah yang langsung digunakan untuk melunasi pembayaran PBB warga.
Sementara pembayaran PBB sendiri merupakan elemen penerimaan perpajakan dengan sasaran permukaan bumi dan bangunan yang melekat pada tanah dan atau perairan.
Pertanyaan yang muncul, yaitu apakah model pembayaran pajak serupa bisa ditiru daerah lain?
Seorang pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengatakan bahwa tidak ada sistem yang mengatur hal tersebut, sehingga menyarankan agar lebih baik pembayaran pajak tetapi dilakukan dengan menggunakan uang.
Karena ketiadaan aturan inilah yang menyebabkan program tersebut terlalu susah bahkan dianggap tidak bisa diterapkan di daerah lain.
Namun, Agus juga menyebut bahwa memang penggunaan hasil panen berupa buah-buahan sebagai alat pembayaran pajak pernah terjadi beberapa kali.
Meski begitu, menurutnya alat pembayaran PBB yang sah hanya berupa uang kartal dan uang giral.
Pernyataan ini juga didukung oleh seorang ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin yang menilai bahwa program ini tidak bisa diterapkan di daerah lain karena terlalu berisiko dan berpotensi menimbulkan masalah.
Potensi masalah yang timbul di antaranya seperti perlunya standarisasi kualitas pisang yang tentunya tidak cukup mudah. Ia bahkan mempertanyakan pengelolaan pemerintah setempat untuk mengolah pisang cavendish dan bagaimana dampak ekonomi dari pembayaran PBB menggunakan buah pisang.
Ia lebih mengimbau pemerintah setempat, bahwa diperbolehkan menciptakan program dengan kreatif dan inovatif, tetapi tetap dengan pertimbangan yang lebih realistis. (*)

Redaksi Mitrapost.com






