Mitrapost.com – Di tengah pesatnya kemajuan teknologi, pendidikan bahasa lokal kini menghadapi tantangan dan peluang yang menarik.
Sementara kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah berhasil mengubah cara manusia belajar bahasa global seperti Inggris, Mandarin, atau Korea, bahasa daerah di Indonesia justru masih berjuang untuk tetap hidup di era digital.
Pertanyaannya, kapan kebutuhan pelestarian bahasa lokal akan benar-benar bertemu dengan kekuatan teknologi seperti AI?
Menurut data dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2024), Indonesia memiliki lebih dari 718 bahasa daerah yang tersebar di berbagai wilayah. Namun, lebih dari separuhnya kini terancam punah karena minimnya penutur muda.
Di sisi lain, generasi digital kini semakin bergantung pada platform daring dan aplikasi pintar untuk belajar, termasuk dalam bidang linguistik. Di sinilah potensi AI seharusnya menjadi jembatan, bukan sekadar alat bantu. Beberapa kampus di Indonesia mulai mengambil langkah konkret.
Program studi linguistik dan sastra daerah seperti di Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Padjajaran (Unpad), dan Universitas Diponegoro (Undip) mulai memanfaatkan teknologi speech recognition serta machine translation untuk mendokumentasikan bahasa lokal.
Proyek kolaboratif antara akademisi dan pengembang AI juga mulai dilakukan, untuk menciptakan database digital bahasa daerah yang dapat menjadi dasar pengembangan aplikasi pembelajaran interaktif di masa depan.
Namun, jalan menuju integrasi penuh antara bahasa lokal dan AI tidak semudah membangun aplikasi penerjemah. Masalah utama terletak pada minimnya data bahasa yang terstruktur. Bahasa daerah sering kali tidak memiliki dokumentasi tertulis yang memadai, apalagi dalam bentuk digital.
Hal ini membuat AI sulit mempelajari pola linguistiknya dengan akurat. Selain itu, keragaman dialek, pengaruh sosial budaya, dan perbedaan fonetik menjadi tantangan tersendiri bagi pengembang sistem berbasis natural language processing (NLP).
Meski begitu, sejumlah mahasiswa dan dosen dari jurusan sastra daerah mulai melakukan digitalisasi naskah kuno serta merekam percakapan penutur asli untuk pelatihan mesin. Langkah-langkah ini dianggap sebagai investasi jangka panjang dalam menjaga warisan linguistik bangsa.
Dari sudut pandang pendidikan, integrasi AI juga membuka peluang baru. Dengan bantuan teknologi, proses pembelajaran bahasa daerah dapat dibuat lebih menarik melalui aplikasi interaktif, virtual tutor, hingga gamification.
Mahasiswa tidak hanya belajar membaca teks klasik, tetapi juga berinteraksi dengan karakter digital yang bisa berbicara menggunakan bahasa lokal. Pendekatan ini diyakini dapat menumbuhkan rasa bangga sekaligus memperluas penggunaan bahasa daerah dalam konteks modern.
Namu, agar kolaborasi ini benar-benar efektif, dibutuhkan sinergi antara kampus, komunitas, dan industri teknologi. Pemerintah juga berperan penting dalam menyediakan dukungan regulasi dan pendanaan untuk riset serta digitalisasi bahasa daerah. (*)

Redaksi Mitrapost.com